Kamis, 22 Desember 2011

Semua Orang Takut Kecoa : Kompilasi Sepuluh Lagu Indonesia Terbaik 2011 Versi Saya

Desember adalah titik kulminasi. Pada bulan terakhir dalam kalender penanggalan masehi ini, menjadi momen yang paling tepat untuk melihat kembali apa saja hal-hal menarik yang telah terjadi selama setahun kebelakang. Hal ini pula yang mendorong saya untuk membuat list mengenai sepuluh lagu Indonesia terbaik, yang telah dirilis pada tahun kelinci emas ini (selain itu karena ajakan sahabat saya, Gita Wiryawan, juga sik).

Niat awal saya sebenarnya adalah membuat list mengenai sepuluh lagu terbaik 2011 dari pelbagai macam musisi di seluruh penjuru dunia. Akan tetapi, berhubung wawasan musik mancanegara saya saat ini sedang tidak bagus, bahkan boleh dibilang sangat buruk, saya mengurungkan niat tadi dan lebih memilih untuk menyempitkan tema menjadi sepuluh lagu terbaik dari musisi-musisi Indonesia saja. Eits, tunggu dulu, hal ini juga tak lantas menjadi pembenaran bahwa wawasan musik saya soal lagu-lagu dalam negeri sangat hebat. Sama sekali tidak. Definisi terbaik disini juga sebenarnya sangat bias, karena list ini dibikin atas nama subjektifitas selera saya semata.

Ketahuilah kawan, perbedaan adalah hal paling alami yang ditakdirkan oleh Tuhan. Oleh karena itu, apabila ada perbedaan pendapat dan juga ketidaksetujuan mengenai list yang saya bikin ini, tak perlulah menjadi hal serius yang lantas diperdebatkan. Bukankah selera orang juga ditakdirkan berbeda-beda? Maka dari itu, dengan menyebut basmallah bersama-sama, mari kita sambut sepuluh lagu Indonesia yang berhasil menyita perhatian saya, sepanjang tahun 2011 ini, yang saya rangkum dalam Album Kompilasi "Semua orang takut Kecoa". Jangan tanya kenapa dinamakan demikian, suka-suka saya lah, ini kan blog saya. Oh iya, penomoran di sini juga tidak mencerminkan urutan / ranking ya....

"Basmallah!!".....

Jumat, 16 Desember 2011

#KamisKeBioskop : Trespass

Salam Olahraga!!
Jujur, saya awalnya sama sekali tak memiliki niat dan juga tak tertarik untuk menyaksikan film ini di bioskop, bahkan juga tidak dengan niat menontonnya di rumah melalui laptop butut saya, setelah link download-nya keluar kelak. Saya juga tak peduli di film ini ada seorang Nicolas Cage, yang menduduki posisi nomer lima dalam daftar aktor favorit saya sepanjang masa. Saya cuma benar-benar sedang tak tertarik untuk menyaksikan film semodel ini.

Maka jika pada akhirnya tulisan ini dibuat, yang secara tak langsung juga berarti saya telah menonton film ini langsung di bioskop, ada sebuah force majeur yang menyebabkan saya menonton film ini. Adalah akibat saya yang sudah memaksa-maksa dua kawan saya, Rahmat dan Suhe, agar mau menemani saya menonton film Sang Penari, maka demi timbal balik yang sepadan, mereka menodong saya untuk bersekutu menonton film ini, tepat setelah Sang Penari selesai disaksikan.

Kamis, 15 Desember 2011

#KamisKeBioskop : Sang Penari

Selama "liburan" ini, praktis, saya tak banyak memiliki kegiatan yang berarti buat dituliskan di blog ini. Banyak faktor yang membuat saya harus membatasi gerak-gerik saya selama masa "digantung" ini, dan hal yang paling umum serta maslahat tentu saja urusan duit. Yap benar, tak banyak alasan yang bisa saya lontarkan kepada Ibu, yang berlaku sebagai pemegang kendali penuh atas neraca keuangan keluarga, untuk membuka gerbang bailout bagi isi dompet serta ATM saya yang kian hari makin terkebiri ini *kemudian mengheningkan cipta*.

Tapi nasib memang kesunyian milik masing-masing, maka ketika saya terjebak dalam dilema "Minta uang segan, kerja tak dibolehkan", saya cuma bisa pasrah menyongsong nasib. Habis mau bagaimana lagi, mau ngerampok rumah tetangga, harus beli senjata dulu, uang saya saja tak cukup buat beli golok, pun pistol mainan, apalagi pistol beneran (¬_¬"), jadilah rencana merampok saya urungkan sejak dalam pikiran. Modal awal nggak memadai untuk merintis usaha di jalur ini.

Kamis, 01 Desember 2011

Melamun, Efek Rumah Kaca, dan Waktu-waktu yang Hilang

Sore sedang terdiam di beranda kesepian. Memandangi legit demi legit pohon-pohon beton yang tegak pada hamparan hiruk pikuk manusia sibuk. Pada akarnya yang menghujam bumi dalam-dalam, pohon-pohon itu berpijak. Tampak pongah, meski harus dijejaki ribuan pasang kaki di setiap lantai-lantainya yang mewah berbalut pualam. Jumawa dan gemerlap, arsitektur sudah berkembang pesat memang.
"Murung itu sungguh indah, melambatkan butir darah
Nikmatilah saja kegundahan ini, segala denyutnya yang merobek sepi." -
Melankolia