Sore itu, Sabtu 14 April 2012, saya akhirnya kembali berkesempatan mengunjungi "rumah ibadah agung" kebanggaan seluruh masyarakat sepakbola Indonesia: Stadion Utama Gelora Bung Karno. Kali ini bukan dalam rangka untuk menonton pertandingan timnas seperti yang saya tulis di kolom Tribune Views sebelum-sebelumnya. Hari itu saya datang untuk mendukung tim idola saya, Macan Kemayoran Persija Jakarta, yang akan menjalani partai perdana mereka di putaran kedua Indonesia Super League.
Kalau diingat-ingat lagi, sudah cukup lama sekali sejak kali terakhir saya menonton langsung pertandingan Persija di Gelora Bung Karno. Pertandingan terakhir Persija yang berhasil saya hadiri adalah ketika Persija berjumpa Persijap Jepara pada 29 Januari 2011. Kalau dihitung-hitung, ternyata itu sudah lebih dari setahun yang lampau! (Wow, suporter macam apa saya ini, bisa-bisanya absen datang ke stadion sampai setahun lebih, hahaha). Oleh karenanya, saya pun membulatkan tekad untuk hadir ke Senayan guna mengurangi rasa bersalah tadi sekaligus mengobati kerinduan pada hiruk pikuk football matchday dan atmosfer stadion ala The Jakmania. Kebetulan juga, lawan yang akan dihadapi Persija kali ini adalah salah satu musuh klasiknya: PSMS Medan. Jadilah keinginan untuk hadir langsung di stadion semakin menggelegak di dada.
*******
Saya menyentuh pelataran Gelora Bung Karno pada pukul 2 siang. Sekeliling stadion masih relatif cukup sepi, meski masih cukup jamak ditemui gerombolan orang-orang ber-atribut oranye yang berkerumun di titik-titik strategis. Setelah berkeliling untuk mencari loket yang menjual tiket ( belilah tiket di loket resmi, say no to calo! ) dan mengganjal perut dengan beberapa penganan ringan, pukul 3 kurang, saya memutuskan untuk masuk ke dalam stadion.
Tribun masih sepi |
Keadaan sektor tempat saya akan menonton masih sepi, hanya beberapa bangku saja yang telah terisi. Hal ini berbeda jauh dengan tribun timur yang telah dipenuhi massa beratribut oranye. Sementara di tribun away milik suporter PSMS, kerumunan hijau-hijau pendukung Ayam Kinantan yang digawangi SMeCK (Suporter Medan Cinta Kinantan) dan Kampak FC juga sudah terlihat stand by lengkap dengan banner-banner yang mereka bawa, meski jumlahnya tak begitu banyak.
Warming up, PSMS Medan |
Warming up, Persija Jakarta |
Andritany dan Galih Sudaryono melakukan pemanasan sesaat jelang laga dimulai |
Bendera Persija Super Besar yang diusung panji-panji Jakantor |
Stadium announcer kemudian mengumumkan pemain-pemain yang akan tampil sebagai starting eleven dari masing-masing tim. Persija, yang tampil dengan pola awal 4-3-1-2, menempatkan Leo Saputra sebagai gelandang kiri dan Ramdani Lestaluhu di flank kanan. Tak bisa menampilkan Pedro Javier yang terkena akumulasi kartu, diakali coach Iwan Setiawan dengan menurunkan pemain anyar asal Korea Selatan, Jeong Kwang Sik. Sedangkan ikon Macan Kemayoran, Bambang Pamungkas, digeser sedikit lebih ke depan sebagai target man.
Dengan absennya Pedro, Bepe memang menjadi sorotan pada laga ini, apalagi mengingat catatan golnya ke gawang PSMS musim ini sangat bagus: 4 gol dalam 2 laga. Masih segar tentunya dalam ingatan kita bagaimana ganasnya finishing Bambang "pemusnah", begitulah ia biasa disebut oleh para fans-nya di Malaysia sana, ketika menceploskan 3 gol ke gawang PSMS pada pertandingan putaran pertama lalu. Sementara satu gol-nya yang lain dicetaknya ke jala PSMS pada laga Inter Islands Cup, di turnamen pra-musim.
Jelang kickoff |
Beberapa saat kemudian, laga akhirnya dimulai. Suporter pun mulai bernyanyi menggemakan chant-chant andalan mereka. Sudah cukup lama tak hadir di stadion ternyata cukup membuat saya gamang. Banyak chant-chant baru bikinan The Jak yang belum saya hapal. Tentu saja yang saya maksud chant baru disini adalah chant yang benar-benar baru, bukan cuma mendompleng chant dari klub lain sembari mengganti elemen-elemen liriknya sesuai kebutuhan. Ya, suporter-suporter lokal memang kadang kurang kreatif dalam urusan bikin chant, mereka lebih gemar mengganti lirik ketimbang membikin chant kreasi sendiri. Padahal kan, chant seharusnya jadi produk output paling idealis dari masing-masing kubu suporter. Tapi biarlah, yang penting nonton bola jadi semakin seru dan ramai.
Kedua tim mulai melakukan jual beli serangan. PSMS menyerang mengandalkan dua legiun asingnya, Osas Saha dan Nastja Ceh, yang selalu membikin repot kuartet backfour Persija yang dikomandoi Fabiano Beltrame. Persija sendiri kesulitan menembus central park dan lebih sering menyerang lewat kedua sayapnya.
Bepe sempat membikin kami menahan napas ketika sepakan kerasnya dari luar kotak penalti memaksa Edi Kurnia jumpalitan menepis bola. Berikutnya gantian PSMS yang mendapat peluang emas. Nastja Ceh, yang meski bertubuh gempal namun memiliki akselerasi cukup baik, melepas crossing manis ke mulut gawang Persija. Sayang, Osas Saha gagal menanduk bola dengan baik meski telah berdiri bebas tanpa kawalan. Bola melambung ke atas gawang. Skor kacamata pun bertahan hingga turun minum.
Saya melepas ketegangan dengan membeli sebungkus otak-otak dan segelas es teh. Keduanya tidak berasa enak. Otak-otak seharga tiga ribu rupiah itu berasa hambar bukan main, sambal kacangnya pun kecut. Sementara es teh yang dihargai lima ribu perak itu rasa manisnya aneh. Bukan manis alami, juga tidak ada kecut rasa teh. Soal kebersihan.... ah sudahlah tak usah diperpanjang lagi, yang penting adalah tenggorokan saya tidak gatal-gatal dan perut juga tak keroncongan, sebab, pertandingan babak kedua akan segera dimulai.
Suasana half-time |
They are chanting "Bambang Pamungkas, macannya Persija..." |
Atraksi di tribun timur, sangat orgasmik |
Tabrakan antara Jeong Kwang Sik dan Edi Kurnia |
Full time result |
Adios - Gale
Agen Terpercaya
BalasHapusSitus Slot