Selasa, 28 Juni 2011

Hujan...


jalan berhenti…terhalang datangnya hujan ini
aku mencari…berlindung jauhkan basah diri
Petang ini aku mengerti kalau hujan itu bukan sahabat yang baik. Ia membuatku gagal pulang tepat waktu. Mungkin sebenarnya ia bermaksud baik dengan muncul pada sore hari. Dengan begitu ia hendak melunturkan penat-penat kami ini yang seharian bekerja dengan guyuran derasnya. Tapi kadang niat baik saja tidak cukup, belakangan malah antitesisnya yang kami harus peroleh.
kutunggu lama hingga hujan reda
menunggu lama hingga hujan reda
melamun lama hingga hujan reda
belum terdengar nada nada reda
Hujan menjauhkan jarak rumahku sore ini. Sangat besar, delapan kali lipat jauhnya dari yang biasa. Tapi ia juga membuatku delapan kali lebih bahagia ketika akhirnya aku menggapai pintu rumah. Dingin di badanku pergi begitu saja
akan kutemui wajah wajah asing tanah ini
ku akan pergi saat hujan reda
walaupun lama pasti reda juga
tangga pelangi akan segera tiba
Aku boleh dikata beruntung kali ini, karena esok adalah hari merah. Aku masih bisa merebah dalam lelah. Wahai hujan, lain kali jangan datang sore hari.

*latar musik: Koil - Lagu Hujan

Adios - Gale

Senin, 27 Juni 2011

Mereka-mereka yang "Mengagumi" Kemacetan

Macet memang bukan sesuatu yang indah untuk dikagumi, tetapi ia adalah sesuatu yang unik sehingga juga layak untuk "dikagumi". Ada pelbagai macam cara orang-orang untuk "mengagumi" kemacetan, karena keunikan dari sebuah kemacetan adalah relatif di mata tiap-tiap manusia. Apresiasi heterogen nan majemuk akan kita temui darinya. Oleh karenanya, posting kali ini saya dedikasikan sepenuhnya untuk mereka-mereka yang "mengagumi" kemacetan, berikut ini beberapa apresiasi "kekaguman" dari beberapa orang tentang kemacetan yang pernah saya temui di pelbagai momen dan kesempatan:

  1. "Waduh, kejebak macet dan kebelet pipis, lupa bawa botol plastik lagi.." - Adrie Subono, Promotor (dari salah satu tweetnya / @AdrieSubono)
  2. "Dulu kalo macet, cuma bisa dengerin 1-2 lagu dari CD, sekarang bisa sampe 2 album. Luar biasa, terimakasih macet!" - Indra Herlambang, Presenter (dinukil dari bukunya "Kicau Kacau")
  3. "Gila, jalan tol sama jalan biasa macetnya sama-sama ampun-ampunan." - Haryo Prabowo, Mahasiswa PKL (ketika hendak pulang dari kantor)
  4. "Wow Wonogiri kok iso-isone macet saiki. (Wow, wonogiri kok bisa-bisanya macet sekarang)" - Ikhsan Akbarry, Mahasiswa asal Wonogiri (mengomentari kemacetan di Wonogiri dikala Idul Fitri tiba)
  5. "Asem, wis tangi kawanan, ning dalan macet, tekan kantor telat. (Asem, udah bangun kesiangan, di jalan macet, telat nyampe kantornya)" - Santoso Wahyu Utomo, PNS (Mengalami pemotongan gaji karena terlambat)
  6. "Justru kemacetan inilah yang membuat saya semakin mencintai dan selalu merindukan Jakarta." - Bambang Pamungkas, Striker timnas Indonesia (dari salah satu tweetnya / @bepe20)
  7. "Tiap ada pertandingan Persija di Senayan, pasti jalan Sudirman ini macet gak karuan" - Pengendara Mobil Skeptis
  8. "Ada atau nggak pertandingan Persija, Jakarta tetep aje bakal macet!" - Jak Online, salah satu komunitas The Jakmania (dari salah satu tweetnya / @JakOnline)
  9. "Diharapkan kedepannya, Proyek Busway Transjakarta ini dapat mengurangi kemacetan di Jakarta." - Bang Yos, Mantan Gubernur DKI Jakarta (Mengomentari pencanangan proyek Busway pada masa kepemimpinannya)
  10. "Saya akan berusaha untuk mengurangi kemacetan di Jakarta." - Bang Foke, Gubernur DKI Jakarta saat ini (dalam salah satu kampanyenya dulu)
  11. "Arggggh sial, macet di BAB II. Gimana ini!!!" - Mahasiswa Semester Akhir (sedang gencar-gencarnya mengerjakan skripsi)
  12. "Bangkeee! pas Miyabi lagi hot-hotnya kasetnya malah macet" - Gerombolan pemuda-pemuda yang kelebihan hormon (sudah tahu kan mereka sedang apa?)
  13. "Yah kaset GTA-nya macet mulu nih" - Anak kecil, pemain setia game GTA yang selalu pakai cheat tiap main (Suasana rental playstation sedang gaduh)
  14. "Selagi masih di Jakarta, dinikmati sajalah macet ini." - Wahyu Fauzy, Mahasiswa semester awal (Nampaknya sudah pesimistis dengan penempatannya kelak)
  15. "Apa-apaan ini gerbang Kalimongso aja macet!" - Mahasiswa STAN (ketika jam-jam berangkat saat ujian semester)
  16. "Pasti kredit motornya macet tuh" - Seorang tetangga (kala mengomentari tetangganya yang motornya diambil dealer)
  17. "Macet lagi, macet lagi, gara-gara si Komo lewat." - Kak Seto, Ketua Komnas PA (dalam penggalan lagu "Si Komo" ciptaannya)
  18. "Jalanan sama cinta, sama-sama macet" - Galih Raka, Anak Emo~
Adios - Gale

    Kamis, 09 Juni 2011

    Rindu itu Sebuah Pena

    Rindu itu adalah pena. Ia menggoreskan setiap ceritanya. Setahun yang lampau, dua malam yang lalu, atau mungkin kisah-kisah yang mana saja. Liukannya kadang indah hingga sanggup membuat kita sedikit tertawa. Atau malah garis-garisnya membentuk katarsis luka. Membuat kita menyadari harus melupanya. Dia telah berdua, bertiga, atau mungkin berlima, meski kita tak disana.

    Rindu itu adalah pena. Ia kadang menggurat terlalu dalam di atas kertas tulisnya. Membuat kertasnya sobek menganga. Membuat tulisannya terhenti begitu saja. Kertasnya itu hati kita. Jahitan saja tak bisa menyembuhnya. Ia harus diganti dengan kertas yang baru, agar kembali sediakala.

    Rindu itu adalah pena. Ia tak boleh jatuh ke tangan penulis yang bukan seharusnya. Ia harusnya dikembalikan ke tangan empunya. Mengakrabi kesendirian tangan kanannya. Menghangatkan otak kanannya. Agar tak melulu berfantasi ria.

    Rindu itu adalah pena. Tak semua mampu menggunakannya. Ia bisa memilih sendiri tokoh utamanya. Meski kadang tak mampu menentukan episode akhirnya. Ia merdeka. Ia tak seperti Angelina atau Mariana, mungkin juga Helena.

    Rindu itu adalah pena. Tintanya bisa habis tak bersisa. Karena sudah terlalu lama memakna. Setelahnya ia berhenti berkarya. Hentilah semua kisahnya.