Minggu, 27 Januari 2013

Tribune View : Macan Mulai Bergigi, Persija Jakarta 1 - 0 PSPS Pekanbaru (Indonesian Super League)


Barangkali sudah jadi tradisi bagi Persija Jakarta untuk selalu bermasalah dalam soal non teknis saban menjelang musim bergulir, setidaknya jika kita merunut dua atau tiga tahun ke belakang. Jika di tahun-tahun sebelumnya tim kebanggaan ibukota ini selalu dirongrong problem dualisme tim dengan Jakarta FC 1928 — kesebelasan antah berantah yang tiba-tiba saja mengklaim diri sebagai Persija yang paling hakiki, sebelum akhirnya divonis palsu dengan dimenangkannya Persija Jakarta versi Ferry Paulus lewat proses pengadilan —  untuk tahun ini, isu non teknis yang muncul tak kalah pelik : boikot oleh pemain.

Bermula dari menunggaknya pembayaran gaji musim lalu, yang konon mencapai 5 bulan, beberapa pemain melakukan aksi boikot, menolak untuk tampil bagi Persija sebelum gaji mereka dilunasi. Tak tanggung-tanggung, nama-nama beken sekaligus ikon Persija semcam Bambang Pamungkas, Ismed Sofyan, Ramdani Lestaluhu, Leo Saputra hingga Rahmat Affandi, termasuk ke dalam barisan yang melakukan aksi boikot. Tanpa mereka, Macan Kemayoran pun mendadak ompong saat dipaksa memaksimalkan pemain-pemain mudanya di dua laga awal ISL.

Belakangan, konflik soal gaji mulai menemui titik terang. Beberapa pemain yang telah dilunasi gajinya, akhirnya mulai memperkuat Persija kembali. Nama-nama seperti Ismed Sofyan, Amarzukih, dan Rahmat Affandi akhirnya memastikan diri kembali berseragam oranye setelah di dua laga awal hanya menyaksikan laga dari tribun. Meski masih tak diperkuat ikon klub Bambang Pamungkas, yang tak diperpanjang kontraknya akibat minimnya sumber dana yang dimiliki manajemen, kembalinya pemain-pemain tadi tetap disyukuri dan disambut dengan suka cita oleh segenap pendukung Persija, termasuk saya.

Orang ini tetap keukeuh meski Bepe20, kini tidak lagi berstatus "not for sale" : (
Dan atas dasar itulah — menyambut kembalinya living legend Ismed Sofyan di sisi kanan pertahanan Persija, pada hari Sabtu kemarin (26/01/2013), saya bersama kamerad Nur Budi Prasetyo kembali menyambangi Stadion Utama Gelora Bung Karno, demi menyaksikan laga kandang ketiga Persija Jakarta di musim ini, menghadapi PSPS Pekanbaru.

***

Saya tiba di pelataran GBK sekitar pukul setengah satu siang. Suasana stadion masih sangat sepi. Loket penjual tiket saja belum berpenghuni, sementara bapak-bapak penjual atribut hanya ada satu dua yang sudah menggelar lapaknya. Massa beratribut oranye juga belum terlihat beriringan. Hanya ada beberapa gerombol bocah-bocah berseragam oranye menggendong boneka macan yang hilir mudik di sekitar ring road stadion. Sembari menunggu loket dibuka, saya dan Budi mengganjal perut dengan sepiring ketoprak di salah satu kios yang berjualan di sekitar stadion.

Jauh-jauh dari Manchester demi Persija
Pukul tiga, selepas menunaikan ibadah sholat di masjid terdekat dan membeli dua lembar tiket asli di loket, saya dan budi bergegas memasuki stadion. Setelah hilir mudik mencari posisi tempat duduk yang enak dan nyaman — tidak silau karena cahaya matahari serta bangkunya tidak keropos dimakan usia dan kekerasan fisik — kami akhirnya memilih tempat di sektor 12 yang berdekatan dengan tribun VIP Timur. Dari tempat kami duduk, lansekap stadion yang tertangkap benar-benar asing bagi saya yang tak biasa duduk di area tribun timur. Biasanya, saya lebih sering duduk di tribun barat daya dan tribun utara. Duduk di tribun timur, yang meski hari itu cukup sepi jika dibandingkan curva nord, memberi saya saujana yang baru dalam menyaksikan langsung pertandingan sepakbola di Gelora Bung Karno.

Tribune View, dari tempat saya duduk
Tak lama kemudian, pertandingan bergulir. Persija yang tampil tanpa goleador Pedro Javier, mengedepankan Rahmat Affandi sebagai lone gunner dengan ditopang Robertino Pugliara dan pemain baru asal Korea Selatan, Park Kyeong Min, di central park. Sektor sayap masih diisi dua macan muda, Anindito Wahyu dan Defri Rizki yang dalam dua pertandingan sebelumnya tampil cukup bagus.

Sementara dari kubu PSPS, saya tak begitu mengenal komposisi skuat mereka di musim ini. Sekilas melalui pengamatan saya di lapangan, mata saya hanya mampu mengenali sosok Ambrizal di sisi kanan pertahanan mereka, M. Ilham di sektor sayap, serta Ade Suhendra sebagai playmaker. Itu pun lantaran kedua pemain tersebut pernah memperkuat Persija, beberapa musim yang lalu.

Jelang kick-off
Persija mengawali laga dengan gaya khasnya selama ditukangi coach Iwan Setiawan : menunggu lawan masuk ke daerah pertahanan mereka, dengan hanya menyisakan Rahmat Affandi seorang di daerah permainan lawan, kemudian berusaha merebut bola dan melakukan fast break lewat kecepatan duo sayap mereka. Ball possesion pada babak pertama mutlak dikuasai tim tamu yang bermain cukup taktis lewat gelandang-gelandang mereka, utamanya pemain nomor punggung 10, entah siapa namanya. Sementara Persija lebih sering menyerang melalui sisi kiri lewat kerjasama antara dua pemain muda Defri Rizki dan Mukmin Ali. Sayang, hanya peluang minimalis yang mampu dihasilkan oleh mereka berdua.

Babak pertama berjalan dengan cukup stagnan dan membosankan. PSPS sempat beberapa kali merepotkan meski serangan mereka lebih sering tumbang kala bertemu Fabiano Beltrame. Lini tengah Persija patut diberi ponten merah lantaran terlalu mudah kehilangan bola dan kerapkali melakukan salah passing, terutama Amarzukih. Sedangkan bagi PSPS ponten merah layak disematkan kepada penyerang mereka yang bernomor punggung 29, lagi-lagi saya tak tahu namanya, yang kerap mendapat suplai bola-bola manis namun gagal mengkonversinya menjadi gol.

Justru di menit ke 36, Rahmat Affandi yang lolos dari jebakan offside berhasil lepas dan tinggal berhadapan one-on-one dengan penjaga gawang PSPS. Mereka berdua bertubrukan, dan wasit kemudian meniup peluitnya. Diiringi protes dari para pemain PSPS, wasit mengarahkan tangannya ke titik putih di tengah kotak penalti sebagai pertanda hukuman penalti bagi PSPS Pekanbaru. Peluang emas bagi Persija untuk mencuri gol lebih dulu.

Fabiano Beltrame, kapten baru Macan Kemayoran yang ditunjuk sebagai eksekutor, sukses mengeksekusi penalti tersebut, dan skor pun berubah menjadi 1 - 0.

Menyambut gol Fabiano
Sorak sorai lantas membahana di stadion yang tak terisi penuh hari itu. Chant andalan saban gol kejadian mulai dinyanyikan. "Fabiano, macannya Persija. Bola ditendang langsung masuk ke gawang. Sorak sorai The Jak bergembira. Hari ini raih poin tiga!" terdengar bergemuruh dari sisi utara stadion.

Sepakbola memang lucu. Tim yang tak banyak menguasai jalannya permainan dan lebih sering diserang, kadang-kadang justru bisa mencuri gol lebih dulu.

Dan tak lama setelahnya, babak pertama pun berakhir dengan skor 1 - 0.

Waktu turun minum dimanfaatkan beberapa orang untuk mengganjal perut ataupun sekedar membasuh kerongkongan. Beberapa yang lain lebih memilih untuk yang menyulut kreteknya. Serta yang lainnya, bermigrasi ke tribun lain ataupun sekedar merapat lebih dekat lapangan dengan turun mendekat ke tribun sekitar pagar pembatas. Silau matahari memang sudah mulai beringsut saat itu. Karenanya, tribun dekat pagar pembatas yang tadinya tak diminati karena silau dan panas, mulai dijelali sekelompok suporter. Saya yang tak ingin ketinggalan dengan hiruk pikuk ini kemudian membidikkan kamera ke momen-momen yang menarik seusai membeli sebotol air mineral dan menenggak sekenanya.

Jangan lupa makan, nanti mati.
Forever Alone level : The Jakmania
Pemandangan tribun curva nord

Kemudian babak kedua dimulai.

Persija masih tampil dengan taktik yang sama seperti di babak pertama. Begitu juga dengan PSPS. Hanya saja kali ini lini tengah Persija beroperasi lebih baik daripada babak pertama. Park Kyeong Min beberapa kali melakukan tusukan-tusukan di area final third, menghasilkan umpan-umpan manis yang membikin penonton menahan nafas untuk sejenak. Persija juga beberapa kali mengancam lewat set piece, antara lain lewat sepakan penjuru Ismed Sofyan ataupun tendangan bebas Anindito Wahyu.

That stand up moment when your team has a chance to scores some goal
PSPS masih sama melempemnya dengan babak pertama. Berulang kali striker mereka luput memanfaatkan peluang emas. Sepertinya insting gol para penyerang PSPS masih ketinggalan di Pekanbaru, entah lupa terbawa, entah memang sengaja ditinggal. Sebab seharusnya, PSPS mampu mencetak setidaknya satu gol, buah dari penampilan bagus midfield player mereka. Tapi sekali lagi, sepakbola memang sungguh lucu. Tim yang punya peluang paling banyak tak selalu pulang membawa kemenangan. Dan nasib PSPS hari itu, setali tiga uang dengan premis tersebut.

Full time! Dan pemain-pemain pun bersalam-salaman
First home win!
Sebab sampai peluit akhir ditiup wasit, skor tidak mengalami perubahan. Persija Jakarta tetap unggul 1-0, buah dari hasil eksekusi penalti Fabiano Beltrame di menit ke 36'. Sebuah hasil yang menjadi kado manis bagi kembalinya Ismed Sofyan dkk ke dalam skuat Macan Kemayoran. Sebuah hasil yang juga memastika raihan tiga poin perdana Persija di musim ini, setelah dalam dua laga sebelumnya hanya sanggup mengemas satu kali hasil imbang dan satu kali kekalahan. Sebuah hasil yang patut disyukuri di tengah banyaknya permasalahan yang mendera tim ini.

***

Begitu pertandingan rampung, saya dan Budi tak langsung meninggalkan tempat duduk. Demi memenuhi hasrat Budi yang pernah gagal kala berpartisipasi dalam audisi cover boy majalah Bobo, saya pun, dengan sedikit berat hati, merelakan sebagian waktu saya yang sudah cukup sia-sia ini untuk memotret dia dalam pelbagai susana stadion, yang beberapa diantara hasilnya bisa kalian lihat di bawah.

Dan kalau kalian bertanya-tanya buat apa hasil jepretan tersebut dipajang di sini, jawabannya tentu saja supaya, kalau-kalau, ada pemimpin redaksi Majalah Bobo, yang dahulu kala pernah menggagalkan Budi dalam audisi tersebut, mampir dan melihat foto-foto Budi ini, beliau akan merasa menyesal. Sangat menyesal. Sangat menyesal karena pernah mengabaikan bakat luar biasa yang dimiliki seorang Budi. Demikianlah.

Gambar ini menceritakan segalanya : seorang perjaka dalam usia senja. #PrayForBudi #JodohUntukBudi : (
Sebagai atlet panjat pinang, pagar pembatas stadion ini hanyalah butiran debu bagi seorang Budi #Respect
Dan si Budi kecil pun melangkah pulang.

Adios - Gale

Tidak ada komentar:

Posting Komentar