Selasa, 12 April 2011

The Legends #2: Jim Morrison, Sex, Drugs, and Rock n' Roll

Ahoy skipper yang terhormat sekalian , cukup lama nggak nulis dan sekarang ternyata sudah masuk ke minggu kedua bulan April dimana cuaca mulai memasuki musim kemarau yang mana mulai kerasa nih bagaimana panasnya udara di bumi Indonesia ini. Bagi sebagian orang yang punya air conditioner alias AC mungkin kemarau ga akan terlalu masalah buat mereka, tinggal pencet remote dan wuuzz, keluarlah udara sejuk nan menggemaskan di sekitar mereka. Akan tetapi lain halnya bagi kaum-kaum yang masuk golongan fakir AC seperti saya ini (fyi: saya cuma punya kipas angin, itupun udah butut, tapi hemat loh beib), kepanasan adalah hal yang cukup mengganggu terutama pada siang hari dan kadang-kadang juga malam hari. Wah, kok malah jadi ngomongin kipas angin sama AC ya, lha wong padahal judul postingannya aja Jim Morrison :hammer. 

Yasudes lah yes, sebenernya ini saya mau nulis tentang perjalanan seorang legenda di belantika musik tempo doeloe yaitu Jim Morrison, vokalis yang ngetop bersama grup band The Doors yang terkenal dengan hitsnya "Light My Fire". Postingan ini juga menjadi edisi kedua dari Post berseri The Legends, dimana pada edisi pertamax, saya sudah menulis kisah dari bassist tersohor Metallica, Cliff Burton. Baiklah, segera geser scroll elo-elo pade kebawah dan baca tuh ceritanye si Jim bae-bae ye. (Iye deh, komandan)

*********
Suatu hari di tahun 1949, sebuah mobil sedan terlihat sedang melintasi sebuah gurun di wilayah New Mexico, South West America. Mobil itu terlihat penuh sesak dengan muatan yang agak overload di dalamnya. Seorang lelaki paruh baya, berusia sekitar 30 tahun-an tampak berusaha mengendalikan laju mobil tersebut sembari mengajak ngobrol anak-istrinya yang sesekali tersenyum di tengah-tengah perbincangan. Lelaki itu adalah George Stephen Morrison, seorang prajurit kesatuan Angkatan Laut Amerika yang sedang membawa keluarganya pindahan ke lokasi tugas barunya di New Mexico.
Ya, kehidupan sebagai prajurit memang membuat keluarga Morrison kerapkali berpindah-pindah rumah demi mengabdi kepada negaranya. Di rombongan keluarga tersebut, tepatnya di kursi belakang mobil mereka, terdapat seorang bocah bernama James Douglas Morrison yang kala itu masih berumur 6 tahun. Seorang bocah yang kelak akan menjadi rockstar dan legenda musik rock dunia.

Jim Morrison yang lahir di Florida pada 8 Agustus 1943, dikenal sebagai cowok yang cerdas semasa sekolahnya dahulu. Jim, yang diketahui memiliki IQ (Intelligence Quotations) sebesar 149, juga terkenal sebagai cowok penyendiri dan kutu buku. Ia lebih sering menghabiskan waktunya dengan membaca buku-buku, bukan buku-buku pelajaran memang karena buku yang biasa dibaca Jim adalah buku-buku puisi dan sastra. Jim sempat kuliah di Florida State University sebelum akhirnya pindah ke University of California, Los Angeles (UCLA) pada tahun 1964 dengan mengambil jurusan Theater Arts Departement of the College of Arts.

Kelar kuliah pada tahun 1965, Jim coba-coba bikin band bareng temen kuliahnya, Ray Manzarek yang dikenal piawai memainkan organ. Mulailah mereka mencari anggota untuk melengkapi formasi band mereka, dan bertemulah mereka dengan Robby Krieger (Gitar) dan John Densmore (Drum). Kemudian atas usulan Jim, band mereka dinamai The Doors, yang diambil dari judul buku karangan Aldous Huxley, "The Doors of Perception". Sejak itu resmilah perjalanan sejarah The Doors dimulai. Bermodal lagu-lagu karangan mereka sendiri, Jim mulai manggung bersama The Doors dari klab ke klab. Respon yang didapat pun cukup bagus, kebanyakan lagu-lagu mereka disukai anak-anak muda pada jaman itu.

Sampai akhirnya pada tahun 1966, The Doors diberi kesempatan untuk menjadi band pembuka konser promo sebuah band bernama Them di sebuah klab terkenal, Whiskey a Go Go. Di panggung, Jim yang masih dalam pengaruh obat LSD yang biasa dipakenya beraksi bak orang nggak waras. Jim mulai berorasi tentang seorang pembunuh yang membunuh ayah kandungnya kemudian meniduri ibunya sendiri. Aksinya kemudian berlanjut ke performance-nya bareng The Doors membawakan lagu berjudul "The End" yang berkisah tentang pembunuh tadi. Sebuah lagu yang terinspirasi dari film drama Yunani, Oedipus Rex yang sangat kontroversial pada jaman itu. Kontan saja seisi klab tersebut dibuat melongo ke arah Jim. Dari situ jalan The Doors menuju industri musik mulai terbuka ketika pemilik Elektra Records, Jac Holzman dan produser Paul Rothchild menawari The Doors sebuah kontrak rekaman pada 18 Agustus 1966.

Selanjutnya pada Januari 1967, debut album The Doors mulai rilis di pasaran. Memajukan dua single, "Break on Through" dan masterpiece mereka "Light My Fire", The Doors langsung menemui kesuksesan luar biasa. Musik mereka yang menggabungkan unsur rock, blues, psychadelic dan alunan dinamis tuts organ Ray Manzarek menjadikan musik The Doors sebagai pendobrak pakem kala itu. Dari segi lirik, The Doors juga membawa latar baru bagi penulisan lirik musik rock. Jim yang memang kerap membaca buku-buku puisi, membuat lirik The Doors bernuansa surealis dan kompleks. Tema-tema nyeleneh seperti mistisme, kematian dan obat-obatan juga semakin membuat The Doors terdengar tidak biasa dibanding band-band lainnya.

Bagi Jim sendiri, kesuksesan The Doors ikut serta membuat namanya melambung dan terkenal. Ia dikenal publik sebagai laki-laki pemberontak, simbol seks dan juga frontman dengan segudang aksi teatrikal di atas panggung, sesuatu yang ia nikmati namun juga membuat ia merasa tertekan karena ruang geraknya yang terbatas sebagai public figure.

Pada suatu waktu, The Doors pernah diundang ke sebuah acara talkshow yang dipandu presenter ngetop Ed Sullivan, kala itu single Light My Fire sedang hits-hitsnya dan digandrungi jutaan anak muda Amerika. Ed kala itu meminta agar ketika manggung, Jim merubah lirik di lagu Light My Fire yang berbunyi "... girl, we couldn't get much higher" menjadi "... girl, we couldn't get much better" karena dianggap tidak sopan sebab bernuansa narkotika. Jim pun menyetujui usulan Ed, tapi apa yang terjadi di panggung nggak seperti itu. Jim tidak mengganti lirik seperti usulan Ed, walhasil Ed pun meradang dan ogah berjabat tangan dengan personil The Doors. Sejak saat itu The Doors nggak pernah lagi diundang ke acara tersebut.

9 Desember tahun 1967, seorang polisi sempat hampir salah menangkap Jim sebelum dirinya manggung di New Haven Arena. Dendam, Jim pun menceritakan kejadian tadi ke ribuan fans-nya yang hadir kala itu, kontan saja fans pun marah dan mulai melempari polisi yang berjaga di sekitar panggung. Bukannya berhenti, Jim justru makin ngoceh dan terjadilah kerusuhan. Personil The Doors, termasuk Jim terpaksa diamankan untuk mencegah kerusuhan makin parah.

Tahun 1969 berat badan Jim mulai naik drastis, dia juga mulai memeihara jenggot. Sesuatu yang membuatnya nampak sangat tua di usianya yang kala itu baru 26 tahun. Sayangnya kebiasaan Jim yang sering teler (baca: memakai narkoba) tidak berkurang malah justru semakin menjadi-jadi. Hal ini juga didukung sama pacarnya, Pamela Courson, yang sering teler juga. Btw, Jim dan Pam sudah jadian lama, jauh sebelum The Doors terbentuk.

Meskipun kelihatan setia sama Pam, Jim juga punya kejelekan lain selain kebiasaannya teler yaitu kerap ber-one night stand dengan cewek-cewek lain. Tercatat ada sekitar 20-an kasus penuntutan hak asuh yang diajukan kepada Jim oleh cewek-cewek yang merasa punya anak hasil dari hubungan gelapnya dengan Jim. A very bad Rockstar's habit huh??

Awal tahun 1971 Jim mendapat informasi dari sahabat dekatnya, Max Fink, bahwa dirinya kini tengah menjadi incaran polisi untuk dijebloskan ke dalam penjara karena sering bikin ulah. Mendengar kabar tersebut, Jim pun memutuskan untuk kabur ke Paris, Perancis sekaligus rehat sejenak dari aktivitas panggung The Doors. Pekan ke dua Maret, Jim pun berangkat ke Paris menyusul kekasihnya yang sudah lebih dulu terbang kesana sebelumnya. Di Paris, Jim dan Pam tinggal di sebuah apartemen sederhana bernuansa neoklasikal, dan memakai nama James Douglas untuk menghindari fans Tinggal di Paris rupanya nggak mampu mengurangi kebiasaan Jim mengkonsumsi heroin dan obat-obatan lainnya. Imbasnya, kesehatan Jim jadi naik turun, ia sempat dilarikan ke rumah sakit karena batuk berdarah meskipun menurut dokter Jim hanya terkena alergi dingin. Jim sepertinya mulai mendapat firasat kalau dirinya akan segera meninggal ketika ia secara tak sengaja melihat sebuah komplek pemakaman Pere Lachaise. Ia langsung mewasiatkan kepada kawannya, Alain Roney, supaya kalau kelak ia mati agar dimakamkan di sana. Menurut Jim, ia merasa sangat tenang ketika dirinya berada di sana.

Tanggal 2 Juli, Jim dan Pam pergi ke bioskop bersama sebelum akhirnya pulang ketika sudah dini hari. Ketika di rumah, batuk Jim mulai bertambah parah, untuk mengurangi batuknya, Jim malah memutuskan untuk menenggak whisky banyak-banyak. Jim kemudian mencoba menulis, namun gagal karena merasa kurang fokus. Jim kemudian mengkonsumsi heroin bersama Pam kemudian tertidur bersama. Sekitar jam 4 pagi Pam mendengar suara Jim seperti tercekik, ia pun terbangun dan mencoba membangunkan Jim. Dia menampar-nampar Jim, namun Jim tak juga terbangun sebelum akhirnya Pam memukul muka Jim sekuat tenaga sehingga akhirnya Jim terbangun. Merasa kesakitan, Jim kemudian lari menuju toilet. Pam merasa tidak ada hal yang aneh pada diri Jim kemudian memutuskan untuk tidur lagi, namun siapa sangka justru itu adalah pertemuan terakhirnya dengan Jim. Ketika pukul 5 pagi, Pam terbangun karena merasa mendengar suara Jim yang memanggil-manggil namanya. Pam kemudian mencari-cari keberadaan Jim. Ketika kemudian ia menemukan Jim sedang berendam di bathub, ia pun bernapas lega. Namun ada sesuatu yang aneh dengan Jim, ketika Pam memangil-manggil Jim berkali-kali, Jim tak menyahut. Sadar ada yang tak beres Pam kemudian mendekat ke arah bathub. Ketika sampai, Pam benar-bemar terkejut mendapati keadaan Jim yang sudah tak bernyawa. Mukanya pucat pasi, tatapannya kosong, dan dari hidung dan bibirnya keluar bercak darah. Tapi satu hal yang pasti, wajah Jim saat itu sangat tenang dan tentram. Seolah tak ada lagi beban dalam hidupnya. Setelah diotopsi, Jim dinyatakan tewas dalam usia 27 tahun karena mengalami gagal jantung, meski juga banyak beredar spekulasi lain mengenai penyebab tewasnya Jim.

Dua hari kemudian Jim kemudian dimakamkan di Pere Lachaise, dengan upacara pemakaman sederhana. Sampai hari ini makam Jim masih jadi pusat perhatian banyak orang yang berkunjung ke Paris. Dinding nisannya penuh coretan warna-warni dan sering ditemui barang-barang seperti whisky, kondom, cerutu bahkan kondom di sekitar makam Jim, peninggalan peziarah yang berkunjung ke sana. FYI, meninggalnya Jim membuatnya masuk ke dalam daftar legendaris "27 club", yakni daftar rockstar legendaris yang meninggal di usia 27 tahun seperti Kurt Cobain dan Janis Jophlin.

Sudah lebih dari 30 tahun sejak meninggalnya Jim, namun pesona seorang Jim Morrison tak lekang sampai saat ini. Beberapa musisi terkenal nyata-nyata mengakui bahwa Morrison adalah salah satu panutan dalam cara bermusik mereka. Nama-nama beken macam Iggy Pop, Scott Weiland, Marilyn Manson, dan Eddie Vedder sempat mengaku sangat terinspirasi sosok Jim Morrison. Radiohead bahkan sempat menggoreskan nama Jim Morrison dalam salah satu lagunya yang berjudul "Anyone Can Pick a Guitar" terdapat sepotong lirik "...grow my hair, I wanna be Jim Morrison" sebuah pencerminan kharisma Jim yang diluar kebiasaan buruknya mengonsumsi heroin, adalah seorang musisi cerdas yang inspiratif. Itulah Jim Morrison, Kematian tidak akan menghapus kontroversi dan sensasi serta pesonanya dalam pikiran kita, seperti kata Jim sendiri "We lives, we die, and death not ends it".

Adios - Gale
(dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar