Kamis, 09 Juni 2011

Rindu itu Sebuah Pena

Rindu itu adalah pena. Ia menggoreskan setiap ceritanya. Setahun yang lampau, dua malam yang lalu, atau mungkin kisah-kisah yang mana saja. Liukannya kadang indah hingga sanggup membuat kita sedikit tertawa. Atau malah garis-garisnya membentuk katarsis luka. Membuat kita menyadari harus melupanya. Dia telah berdua, bertiga, atau mungkin berlima, meski kita tak disana.

Rindu itu adalah pena. Ia kadang menggurat terlalu dalam di atas kertas tulisnya. Membuat kertasnya sobek menganga. Membuat tulisannya terhenti begitu saja. Kertasnya itu hati kita. Jahitan saja tak bisa menyembuhnya. Ia harus diganti dengan kertas yang baru, agar kembali sediakala.

Rindu itu adalah pena. Ia tak boleh jatuh ke tangan penulis yang bukan seharusnya. Ia harusnya dikembalikan ke tangan empunya. Mengakrabi kesendirian tangan kanannya. Menghangatkan otak kanannya. Agar tak melulu berfantasi ria.

Rindu itu adalah pena. Tak semua mampu menggunakannya. Ia bisa memilih sendiri tokoh utamanya. Meski kadang tak mampu menentukan episode akhirnya. Ia merdeka. Ia tak seperti Angelina atau Mariana, mungkin juga Helena.

Rindu itu adalah pena. Tintanya bisa habis tak bersisa. Karena sudah terlalu lama memakna. Setelahnya ia berhenti berkarya. Hentilah semua kisahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar