Kalau boleh meminjam istilah milik John Bale, hubungan antara suporter dengan sebuah stadion dinamainya dengan istilah topophilia, dari kata topos yang berarti tempat, dan philia yang berarti cinta. Saya, dan juga puluhan ribu manusia yang memadati GBK malam itu, pasti paham betul akan kebenaran istilah itu. Karena memang menonton langsung di stadion, punya level kesenangan yang jauh lebih seru tinimbang melalui televisi atau nonbar sekalipun. Apalagi kalau tim yang kita dukung menang, hormon endorfin yang diproduksi tubuh bisa meningkat dua kali lipat dari biasanya. Berlaku juga untuk sebaliknya, kalau tim yang kita dukung kalah, nyeseknya juga bakal lebih menusuk tinimbang cinta ditolak :p *apeu*.
Halo, lama tak bersua |
Hari itu Indonesia akan berhadapan dengan salah satu rivalnya, Negeri gajah putih, Thailand. Menilik rekor pertemuan, Indonesia tak pernah menang kala bersua Thailand di ajang SEA Games dalam lima pertandingan terakhir. Sebagai suporter, yang bisa dilakukan adalah memberi dukungan langsung ke stadion sembari berharap rentetan catatan buruk itu akan berakhir.
*****************
Kuyakin.. hari ini, PASTI MENANG! |
Lupakan ulah oknum-oknum tadi dan mari berdoa saja semoga dosa dan maksiat mereka diberi balasan dari Yang Maha Kuasa, Amin. Berdoa selesai. Sejurus kemudian di depan Masjid Albina, saya bertemu dengan Suhendra Wahyu, suporter setia PSM Makassar yang juga kawan sekelas saya yang baru di wisuda sebulan yang lalu. Berlima, kami menjelma jadi nasionalis yang siap berteriak lantang sepanjang 90 menit laga berjalan.
Tiket ASLI (tampak depan) |
Tiket ASLI (tampak belakang) |
Dari ki-ka: Suhe, Andri, Saya, dan Bona |
di foto ini tiket masih berjumlah 4 |
Rupanya di dalam stadion masih berlangsung pertandingan antara Malaysia melawan Kamboja. Papan skor, ketika saya menghempaskan tubuh pada seat hijau yang terbuat dari kayu, yang masih saja kokoh meski sudah dijejak kasar berkali-kali tiap penonton melompat-lompat girang, adalah 3 -1 untuk keunggulan Harimau Malaya. Kamboja, yang siapapun tahu bahkan jika berhadapan dengan tim dari Divisi Utama kita (Divisi di bawah Super Liga) saja belum tentu menang, malam itu mendapat simpatisan dari rakyat-rakyat Indonesia yang tidak suka dengan Malaysia. Cemooh "BOOOO...", atau yang paling populer "Maling Anjing!" selalu mengudara tiap pemain Malaysia mendapat bola. Kebalikannya, tepuk tangan dan seruan penyemangat berkumandang tiap Kamboja membangun serangan. Saya pun demikian, hitung-hitung sebagai pemanasan.
Bang, mau nonton Arsenal di Emirates sonoh, ini ENDONESA! |
Kalau dipikir-pikir, analogi "romantisme" Indonesia-Malaysia persis seperti pada film Alien Vs Predator, "The enemy of my enemy is my friend" :). Ya, siapapun yang berhadapan dengan Malaysia akan jadi "kawan" kita, setidaknya sampai peluit akhir dibunyikan wasit. Sayangnya, Kamboja tetaplah Kamboja, didukung puluhan ribu suporter Indonesia, mereka malah kebobolan lagi di ujung pertandingan. Skor akhir 4 -1 buat Malaysia, dan Kamboja dipastikan gugur dari persaingan merebut medali emas SEA Games. Para pemain Kamboja pada akhirnya melambai-lambaikan tangannya kepada penonton, menyampaikan rasa terima kasihnya atas dukungan yang telah diberikan.
************
Timnas Indonesia dan Thailand sedang melakukan pemanasan (nggak keliatan ya?? Ndeso!) |
here we go for our national anthem, Indonesia Raya |
Bendera Fair Play sudah menangkup di tengah lapangan, yang artinya, appetizer paling lezat dari menonton langsung sepakbola akan segera dihidangkan. Bagian ini yang paling saya tunggu-tunggu, menyanyikan lagu kebangsaan kita, Indonesia Raya. Sebelumnya, national anthem milik Thailand lebih dahulu berkumandang. Lagi-lagi masih banyak orang Indonesia yang belum paham bagaimana seharusnya menghormati national anthem milik negara lain. Bukannya diam, mereka malah membunyikan terompet dan genderangnya keras-keras. Lagu kebangsaan Thailand habis berlalu, sekarang giliran Indonesia...
Indonesia, tanah airku. Tanah tumpah darahkuYeah, nothing beats singing that song from the tribune of GBK. Susah digambarkan, bulu kuduk seketika merinding, adrenaline meluap-luap. Ah, sesungguhnya jauh lebih epik daripada itu. Sudah banyak yang mengakui kalau menyayikan Indonesia Raya dari tribun Gelora Bung Karno adalah peristiwa yang paling membuat mereka merasa sangat Indonesia, terlepas dari segala kebobrokan yang ada di negeri ini. Zen Rahmat Sugito, misalnya, pernah menangis, pun Pangeran Siahaan (pemilik Indonesian Football Diary) kerap menuliskan bagaimana ia nyaris selalu menangis tiap menyanyikan lagu ini dari tribun GBK, bahkan kapten Timnas Senior kita, Bambang Pamungkas, mengakui kedahsyatan lagu kebangsaan kita ini melalui salah satu artikelnya di website pribadinya.
Disanalah aku berdiri, jadi pandu ibuku
Indonesia, kebangsaanku. Bangsa dan tanah airku
Marilah kita berseru, Indonesia bersatu........
sudut Gelora Bung Karno selalu seindah ini |
Benar saja, di menit 30-an, kerja sama cerdas Andik dan Hasim Kipuw, diakhiri Kipuw dengan melakukan flick di byline kanan luar kotak penalti Thailand sebelum mengirim crossing ke mulut gawang. Titus Bonai, terima kasih Tuhan ada pemain seperti dia di Indonesia, yang berlari dari sudut blind-side menghantam bola dengan kepalanya. Masuk. Indonesia memimpin. Gelora Bung Karno pecah oleh sorak sorai. Hamburan kepalan tangan dan kibasan syal mengudara dari setiap sisi stadion. Saya, dengan kepala yang sebelumnya pusing, seolah mendapat panacea berkat gol Tibo. Saya ikut larut dalam euforia, pun juga Bona, Andri, Suhe dan mas Budy. Sayang, tak ada gol lagi yang lahir sampai wasit mengakhiri babak pertama. Babak pertama berakhir 1-0 untuk keunggulan Indonesia.
Bona, lebih fokus mengamati IGO di depannya |
Yang lucu dari pengamanan sepakbola Indonesia adalah, sebelum masuk stadion, penonton yang membawa botol air akan disita botolnya (dengan alasan supaya botolnya tidak dilempar ke lapangan) dan ditukar dengan plastik sebagai pengganti wadah, tapi di tribun adalah jamak kau menjumpai penjual air mineral botolan yang bisa kau beli dengan mudah, dan botolnya juga bisa dilempar ke lapangan, bahkan ke kepala pak polisi yang menyita botol air yang kau bawa masuk tadi. Klise dan sungguh tak bermutu.
Di babak kedua, tekel (yang sebenarnya bersih) dari Abdurrahman di areal penalti kepada Rangsiyo berbuah hadiah penalti bagi Thailand. Wasit, yang sempat jadi pujaan publik dengan keputusannya meng-kartu merah pemain Thailand, langsung jadi bahan cemooh se-antero stadion. Sementara itu, Rangsiyo, yang mengambil sendiri tendangan penaltinya, sukses mengelabui Kurnia Meiga. Gol. Thailand menyamakan kedudukan. Penonton terdiam, tapi tidak lama. Karena koor "IN - DO - NE - SIA... *dung* *dung* *dung* *dung*" mengudara lagi tak lama setelahnya, mencoba membangkitkan lagi semangat buat Garuda-Garuda Muda.
"Kami berdua tidak suka makan sosis so nice" kata Bona dan Andri serempak |
Thailand seolah mati akal ketika bukannya gol yang mereka ciptakan, melainkan malah kartu merah lagi yang harus diterima. Lagi-lagi Andik Vermansyah, arek Suroboyo yang belum genap berusia 20 tahun itu, yang jadi biang kerok kartu merah Thailand. Sprint kencangnya dari tengah lapangan harus dihentikan secara paksa oleh pemain Thailand yang akhirnya berbuah kartu kuning kedua. Wasit, sontak popularitasnya melejit lagi, bak band ternama yang telah lama vakum dan akhirnya kembali menelurkan album. Tepuk tangan menjadi ganjaran setimpal yang patut diberikan kepada sang wasit. Saya yakin, sejak kartu merah itu, pelatih-pelatih Thailand juga mengalami sakit kepala, sama dengan saya.
mas Budy dan Suhe tampak tegang, semacam kebelet boker |
Memasuki injury-time, mas Budy mengajak untuk keluar duluan, demi agar tidak terjebak dalam kemacetan arus keluar GBK. Saya, dengan kepala yang makin pusing, mau tak mau mengiyakan karena semakin cepat saya pulang, maka saya akan semakin cepat bertemu dengan obat sakit kepala. Walaupun harus melanggar prinsip utama suporter: "Pantang pulang sebelum peluit dibunyikan", ketahuilah hanya keadaan yang memaksa saya begitu. Jadilah saya, Bona dan Andri menyusul mas Budy keluar duluan. Sementara Suhe, masih bertahan di tribun sampai akhir pertandingan.
Pikir saya tak akan ada gol lagi yang bakal tercipta di sisa pertandingan. Tetapi rupanya Tuhan bekehendak lain, sampai di lantai paling bawah, sorak sorai kegembiraan terdengar lagi. Saya masih mengira kalau itu adalah sorak sorai peluit akhir dibunyikan. Tapi kemudian Bona memberi tahu saya kalau ada gol lagi, dan dia terlihat sangat menyesal tidak bertahan di tribun sampai akhir pertandingan. Ketahuilah, Bon, saya juga menyesal.
Andri, dengan bendera merah putih hasil pinjamannya (masih dengan ekspresi yang sama dgn foto sebelumnya) |
Rentetan catatan buruk tak pernah menang di ajang SEA Games saat bersua Thailand akhirnya berhasil diputus, sekaligus memastikan kelolosan Indonesia ke fase semifinal. Sementara Thailand, harus mengakhiri kiprahnya lantaran sudah tak mungkin mengejar perolehan angka milik Indonesia dan Malaysia. Garuda Muda, sekali lagi, menunjukan keperkasaannya. Jangan lengah, jangan terlena, jalan masih panjang. Maju terus Garuda Muda.
Ayo.. Ayo.. Ayooo... Indonesia Bisa!Adios - Gale
belajar banyak
BalasHapusjegerrr lagi maca aku huahahaha
BalasHapusasemmm, nganggo jegerrr barang. Koyo komentator ISL wae :D
BalasHapuspenggemar THE VIRGIN?? sungguh melanggar pasal pencemaran nama baik dan pembunuhan karakter... asemik :D
BalasHapus