Kamis, 01 Desember 2011

Melamun, Efek Rumah Kaca, dan Waktu-waktu yang Hilang

Sore sedang terdiam di beranda kesepian. Memandangi legit demi legit pohon-pohon beton yang tegak pada hamparan hiruk pikuk manusia sibuk. Pada akarnya yang menghujam bumi dalam-dalam, pohon-pohon itu berpijak. Tampak pongah, meski harus dijejaki ribuan pasang kaki di setiap lantai-lantainya yang mewah berbalut pualam. Jumawa dan gemerlap, arsitektur sudah berkembang pesat memang.
"Murung itu sungguh indah, melambatkan butir darah
Nikmatilah saja kegundahan ini, segala denyutnya yang merobek sepi." -
Melankolia
Lamunan sore semakin mengawang-awang. Setinggi ubun-ubun Monas, yang gempitanya sampai ke ketiak pelangi. Seolah-olah sedang berlomba mendekati surga, sedekat mungkin. Senja sudah hampir tiba ternyata, dan kedatangannya adalah pemberi kabar kalau matahari akan segera tutup usia. Parabol oranye besar di ujung barat akan mengkerut hasta demi hasta. Mengakhiri tugasnya sebagai pelita.
"Senja akan segera berlalu, seorang lelaki melintas menyimpan malu.
menyusul langkah sang gadis yang mungil." - Laki-laki Pemalu
Lalu bulan akan menjulurkan kakinya ke langit, merangkak sedikit demi sedikit ke tempatnya biasa bergantung. Awan-awan hitam, sesuai kodrat alam melalui hembusan angin, akan segera bergerak mengerumuninya, seolah tak rela bulan ditelanjangi di atas sana. Kau tahu, bulan adalah si cantik yang pemalu kalau tak boleh dibilang sedang menjaga martabat. Ia jarang menampilkan ketelanjangannya bulat-bulat. Tak seperti matahari yang melacurkan tubuh tak berbusananya sepanjang siang. Bulan akan memberangus sinar-sinarnya dengan bantuan gembala-gembala awan hitamnya. Membuat mata-mata yang menjura kepadanya harus meraba-raba dulu, untuk mengetahui kewibawaannya.
"Ku tak melihat kau membawa terang yang kau janjikan
Kau bawa bara berserak di halaman hingga kekeringan."
- Lagu Kesepian
Bulan memang tak melulu membawa terang. Ia lebih sering larut ditelan jelaga malam, seperti sedang koma di atas sana, menghujani segala apayang di bawahnya dengan keheningan. Ketahuilah, keheningan bulan adalah sepi yang membisu, hingga yang terdengar hingar hanya suaramu. Berdesis lirih, namun lebih elok daripada kerikik jangkrik di halaman depan, ataupun bebunyian dari paruh-paruh lancip burung prenjak dan burung gereja. Seribu sayang bahwa suara adalah karya yang tak hinggap pada mata. Ia hanya hinggap pada telinga. Juga hati.
"Tapi sebelah mataku yang lain menyadari...
gelap adalah teman setia dari waktu waktu yang hilang...."
- Sebelah Mata
Adalah benar apabila waktu-waktu yang hilang tak akan kembali, pun juga dengan malam ini. Malam sudah berjalan setengah periodenya. Dan malam ini, waktu lagi-lagi hilang terbuang... hanya untuk mengagumimu. Kamu, dan hal-hal yang belum selesai. Kenyataan yang ada kini adalah Desember telah datang, tapi hingga jengkal terakhir November yang berlalu, kau tak pernah benar-benar berlalu.

Sekian.
Adios - Gale

Tidak ada komentar:

Posting Komentar