Jumat, 17 Februari 2012

Menjadi Teman, Sejak Dalam Pikiran


kaulah yang bisa membuatku lepas tertawa di saat kita berbagi
kaulah yang bisa membuatku bahagia dan itu sangat berarti
Begitulah bunyi penggalan bait dari lagu milik Rocket Rockers yang mengudara di pemutar musik saya pagi ini. Liriknya dengan polos bertutur bagaimana keniscayaan seorang teman dalam mengisi momen-momen bahagia kita dengan membagi tawa, melebarkan senyuman kita atau sekedar berjabat tangan mengisyaratkan pemberian selamat. Sesederhana itu kah? mungkin iya, mungkin juga tidak.

Sering kali, perwujudan seorang teman jauh lebih gampang ditemui pada momen-momen bahagia kita, tapi berapa banyak sebenarnya jumlah teman yang masih mau menghampiri kita disaat kita tengah didera kesusahan atau mengalami musibah? Padahal sesungguhnya di saat-saat seperti itulah kita lebih membutuhkan kehadiran mereka, lebih daripada ketika mereka mengisi absen kehadiran di momen-momen bahagia kita. Maka mereka-mereka yang memiliki teman-teman yang masih mau menyempatkan diri untuk mengulurkan tangan ketika kawannya tengah diliputi kesusahan, niscaya adalah golongan orang-orang yang beruntung, dan Luis Suarez boleh jadi adalah salah satu diantara orang-orang yang beruntung tersebut.

Semenjak kasus rasis-nya terhadap Patrice Evra mencuat pada Oktober, hingga akhirnya diputuskan bersalah oleh FA pada 20 Desember silam dengan hukuman skorsing selama delapan pertandingan plus denda sebesar £40.000, Suarez tak henti-hentinya mendapat dukungan entah dari rekan-rekan setimnya, manajer Kenny Dalglish, maupun dari para fans Liverpool.

Segera setelah vonisnya keluar, Liverpool langsung mengungkapkan dukungannya buat Suarez. "Kami akan memberikan apapun dukungan yang dibutuhkan Luis Suarez untuk membersihkan namanya,'' begitu bunyi pernyataan kubu The Reds di situs resmi klub, beberapa saat setelah FA mengumumkan hukuman buat Suarez.

Dukungan moril dari rekan setim pun juga berdatangan. Kurang dari 24 jam setelah putusan FA keluar, para pemain Liverpool yang tengah bersiap menghadapi Wigan tampak serentak melakukan pemanasan dengan menggunakan "seragam" berupa kaos bergambar wajah Suarez lengkap dengan nomor punggung 7 di belakangnya. Hal ini menjadi terlihat menarik ketika Glenn Johnson, yang notabene adalah pemain berkulit hitam, juga ikut berpartisipasi dalam "aksi" tersebut.

Tim menunjukkan rasa kagum dan hormat kepada Suarez dengan memakai T-Shirt (bergambar Suarez) itu. Itu adalah refleksi karakter seorang pria, sebagai pribadi dan pemain, untuk selalu mendukung bagian dari tim yang sedang menghadapi masalah. Kami semua berada di belakang Suarez. Dia layak mendapatkan itu dan tak akan ada yang bisa memecah-belah kami sebagai satu kesatuan." komentar Kenny Dalglish ketika ditanya perihal tingkah laku anak buahnya pada waktu itu.

Yah, terlepas dari kelakuan rasis Suarez yang memang tak sepatutnya dibenarkan atas alasan apa pun, sungguh menarik melihat bagaimana tingkah polah kubu Liverpool dalam menyikapi musibah yang menimpa salah satu pemain andalannya itu. Jargon tersohor Liverpool yang berbunyi "You'll never walk alone" sepertinya benar-benar dihayati betul di sana, sehingga ketika ada seorang rekan mereka tersandung masalah, segenap elemen klub akan segera berdatangan memberikan support-nya. Karena sehebat apa pun seseorang, dia pasti tetap membutuhkan uluran tangan dari teman-temannya untuk bangkit lagi ketika sedang jatuh. Yeah, that’s what friends are for…

******

Seberapa banyak diantara kita yang seberuntung Luis Suarez, yang memiliki teman-teman yang masih mau menghampiri kita disaat kita berada dalam titik nadir terendah. Yang masih mau menghargai kita disaat orang-orang lain meludahi kita tanpa ampun. Yang mau membantu kita keluar dari periode-periode pelik dalam hidup kita. Beberapa dari kita, termasuk saya, lebih gemar menjadi teman yang opportunis, yang hanya datang kalau-ada-maunya-saja, serta acap kali ogah-ogahan datang menolong ketika teman sedang mengalami kesulitan. Padahal sejatinya, pada momen-momen yang demikian lah peran kita sebagai seorang teman tengah mendapat sorot lampu yang paling terang di atas panggung.

Ah, sepertinya saya masih perlu banyak belajar, untuk menjadi seorang teman, yang sebenar-benarnya teman. Beri saya waktu ya...

Adios - Gale

2 komentar: