Sabtu, 07 Juli 2012

Ode Buat Balotelli


Usai sudah hajatan besar publik sepakbola Eropa yang dihelat tiap empat tahun sekali itu. Spanyol, yang bergelar sebagai incumbent, sukses mempertahankan piala yang mereka gondol empat tahun lalu, setelah mengalahkan Italia dengan skor cukup telak, 4 – 0. Spanyol sukses mencetak sejarah sebagai tim pertama yang mampu meraih gelar jawara secara back-to-back, sementara Italia harus mengubur dalam-dalam impian mereka untuk meraih gelar Euro mereka yang kedua.

Di akhir laga, kita pun disuguhi dengan dua adegan yang bertolak belakang. Bagaimana lompatan girang pemain-pemain Spanyol di tribun pengalungan medali berbanding terbalik dengan mata berkaca-kaca dan langkah gontai para punggawa Gli Azzuri yang menyasikan dari tengah lapangan. 

Satu hal yang menarik, diantara mereka terselip seorang Mario Balotelli yang tertangkap kamera tengah menangisi kekalahan timnya. Menjadi menarik karena Balotelli sudah kadung terkenal sebagai pemain yang jarang meluapkan emosinya. Ekspresi wajahnya yang minim mimik dalam segala momen, hanya mampu ditandingi oleh akting Kristen Stewart dalam film Twilight.

Jangan harap bisa menyaksikan selebrasi gol yang meledak-ledak ala Didier Drogba dari seorang Balotelli. Merayakan gol, bagi Balotelli, bukanlah prioritas utama.  "When I score I don't celebrate, because I do my work. When the postman delivers your letters, does he celebrate?" ujarnya ketika ditanya mengapa dirinya jarang melakukan selebrasi atas gol-gol yang dicetaknya.

Bagi Balotelli, mungkin, merayakan gol adalah sesuatu yang sifatnya hablumminallah. Cukup dia dan Tuhan saja yang tahu. Akan tetapi pada Euro kali ini, Balotelli tampil sebagai sosok yang berbeda dari biasanya.

Dari ketiga gol yang dilesakkanya di sepanjang Euro, semuanya dirayakan Balotelli tidak dengan selebrasi “jalan santai” sebagaimana yang biasa ia lakukan. Kita tentu masih ingat bagaimana Leonardo Bonucci harus susah payah menyumpal mulut Balotelli yang mencak-mencak setelah ia berhasil membobol gawang Irlandia lewat tendangan first time yang cukup spektakuler.

Pun begitu dengan dua golnya ke gawang Jerman. Gol pertama dirayakannya dengan mengibas-ibas kostum biru milik Italia sebelum memeluk Antonio Cassano, sang pemberi assist.  Selebrasi berikutnya jauh lebih monumental. Sehabis melepas tendangan kencang ke sudut gawang Jerman, yang mampu membuat Manuel Neuer melongo, Super Mario kemudian melepas jersey-nya lalu memasang wajah sangar sembari memamerkan otot-otot tubuhnya. Sebuah selebrasi yang bahkan sanggup membuat Patung Pemuda Membangun di Bundaran Senayan sana menjadi minder tak keruan.

Keluwesan Balotelli dalam berekspresi kemudian mencapai puncaknya di partai final. Usai mengumpat-umpat di depan kamera sesaat setelah peluit panjang ditiup wasit, dirinya kemudian tertangkap kamera tengah berkaca-kaca kala menyaksikan Iker Casillas dkk mengangkat trofi jawara Euro. Tidak seekspresif Leonardo Bonucci yang sampai menangis tersedu-sedu memang, tapi menyaksikan momen dimana Balotelli mbrebes mili adalah sesuatu yang lebih langka daripada melihat personil boyband-boyband dalam negeri menyanyi tanpa lipsync di acara musik pagi.

Sesaat setelah menyaksikan momen itu, memori di kepala saya membawa saya kembali mengingat-ingat akan masa lalu Balotelli. 

Tentang bagaimana ketika Ia “dibuang” oleh kedua orangtuanya saat masih berusia 3 tahun. Tentang bagaimana Balotelli mendapat perlakuan rasis dari teman-temannya sejak masa kanak-kanaknya. Tentang kenakalan dan ulah-ulah sintingnya kerap membuatnya disorot oleh media secara negatif. Tentang bagaimana ia akrab menjadi bahan olok-olokan dan celaan, baik oleh media maupun oleh fans.

Kesemua hal itu kemudian membuat saya paham, bahwa air mata “si Tukang Pos” di malam itu, adalah sebuah katarsis atas segala kekecewaannya yang tengah berusaha membuktikan dirinya dan membungkam segala komentar miring tentang dirinya. Kekalahan telak dari Spanyol malam itu, jelas memukul ambisi besarnya yang tengah menggelora. Apalagi kalau mengingat di partai sebelumnya, Ia mampu tampil brilian dan mencetak dua gol kemenangan.

Ah, seandainya saya berada di sebelahnya waktu itu, saya ingin membisikinya sebuah kalimat: “When a postman failed to deliver your letters, he doesn’t cry. He will try again, when he has the chance.” Jadi, jangan bersedih lagi, Balotelli! Masih ada kesempatan berikutnya.
Adios - Gale

~tanbihat: tulisan ini juga bisa dibaca di  http://www.beritasatu.com/blog/olahraga/1781-ode-buat-balotelli.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar