Sabtu, 04 Agustus 2012

Hayya 'Alaas Selo : Sebuah Tinjauan Ramadhan dari Sudut yang Berbeda


" BUMM!! "

" BLAARRRR!! "

Belakangan, saban malam tiba, bunyi petasan menjadi musik yang familiar terdengar dari belakang rumah saya. Bunyi jedotannya yang sudah cukup mengganggu itu makin terdengar onar kala tertimpali jejeritan dan cekikikan bocah-bocah yang menyulutnya. Cukup mengganggu bagi orang yang sedang leyeh-leyeh di depan tipi akibat kekenyangan melahap bhineka rupa makanan buka puasa.

Bukan bermaksud untuk jadi manusia yang "nggak asyik", tapi sepertinya kesibukan kantor belakangan ini telah membikin saya jadi "tua", baik secara denotatif maupun konotatif. Saya lupa, kalau dulu saya juga pernah seperti mereka, membisingi setiap telinga-telinga tetangga dekat rumah dengan menjadi teroris bau kencur bersenjatakan mercon lombok, mercon teko, ataupun mercon korek yang kebanyakan kerap mejan kala disulut.

Saya juga lupa, kalau bocah-bocah itu cuma mencoba bersenang-senang dan ber-selo ria setelah sisi syaitonnirojim mereka terbelenggu pada siang hari, akibat menjalankan ibadah puasa. Ya, ibarat pelampiasan, malam hari memang jadi momentum yang tepat bagi bocah-bocah komplek untuk mengeluarkan habitat asli mereka yang selo, seperti yang biasa mereka lakukan.

Ngomong-ngomong tentang selo, beberapa waktu lalu kawan saya, Gita Wiryawan, sempat merangkum tentang empat kejadian paling selo saat kuliah di STAN versi on the spot, lewat laman blog nya. Terinspirasi dari hal tersebut, saya pun mencoba membikin list tentang lima momen paling selo yang pernah saya alami pada bulan Ramadhan. Lha iya, datangnya bulan Ramadhan kan bukan berarti macam-macam kegiatan selo juga harus berhenti tho?

Oh iya, soal definisi selo, saya sebenarnya juga kurang begitu paham. Lagipula, dalam rapat paripurna Dewan Majelis Sastra (biasa disingkat WANJIS) bulan lalu, para imam besar sastra Indonesia pun masih mengalami perdebatan alot untuk menentukan definisi selo yang paling hakiki serta definit. Jadi, mumpung belum ada definisi resminya, silahkan membuat definisi sendiri mengenai selo dengan sebebas-bebasnya, sambil membacai tulisan mengenai lima kejadian Ramadhan yang selo saya di bawah ini. Sak karepmu ae, cuk. Bebas, sing penting selo!


1. Jalan-jalan Ba'da Subuh.

Saya rasa ini adalah kejadian selo yang hanya bisa dijumpai pada bulan Ramadhan saja. Ritual jalan-jalan selepas sholat subuh ini sudah rutin saya lakukan bersama teman-teman sepermainan sejak kami masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Lebih tepatnya sih, sejak kelas 5 SD.

Jika biasanya kami lebih rajin tengkurap pulas merangkul guling di waktu fajar menyingsing, saat Ramadhan tiba, kami mendadak berubah menjadi penjelajah jalanan yang kurang kerjaan. Dengan mengantongi sangu berupa rerentengan amunisi mercon di saku masing-masing, lengkap dengan sarung bekas pakai sholat subuh terselempang di badan, kami akan menyambangi lokasi-lokasi random dengan berjalan kaki, sembari membikin gaduh suasana komplek dan gang, dengan menyalakan mercon-mercon yang kami bawa di sepanjang perjalanan.

Yang paling sering sih, kami akan mengelilingi komplek sambil membuat kebisingan di halaman rumah tetangga yang terkenal ngehe bin menyebalkan. Festival mercon pun segera digelar begitu sampai di pelataran rumah korban dan kami baru akan kabur berjama'ah apabila sang empunya rumah sudah keluar dari sarangnya dengan berteriak-teriak dalam bahasa planet namec sambil mengepalkan tinjunya ke arah kami. Hmm, selo sekali ya? huahaha.


2. Pesta Mercon di Alun-alun.

Apa yang saya tulis di poin nomer satu itu mungkin belum seberapa selo kalau mengingat kami juga sering menempuh perjalanan kaki puluhan kilometer demi meramaikan pesta mercon pagi di alun-alun kota. Ya, di Wonogiri, alun-alun pada pagi hari di kala Ramadhan memang jadi lokasi rendezvous bagi bocah-bocah selo dari pelbagai penjuru semesta. Di sana, biasanya kami akan membakar mercon-mercon yang kami bawa sambil menikmati udara pagi yang sudah terkontaminasi asap-asap mesiu tengik hasil pembakaran mercon serta kembang api.

Yang namanya pesta, sudah tentulah meriah suasananya. Dan barangsiapa tidak ikut meramaikan, tentulah ia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang merugi. Tak mau disebut merugi, kami pun biasanya akan dengan senang hati menghabiskan seluruh amunisi yang kami bawa untuk meyemarakkan hingar bingar letusan mercon di alun-alun. Setelah mercon habis dibakar, barulah kami akan pulang kembali ke rumah masing-masing, tentu saja dengan metode yang sama ketika berangkat, yaitu jalan kaki.

Dan sebagai penutup serangkaian kegiatan selo tadi, sesampainya di rumah masing-masing, sebagian besar dari kami, termasuk saya, kadang-kadang akan mengakhiri ke-selo-an dengan melakukan mokah, alias membatalkan puasa, dengan menenggak segelas sirup marjan cocopandan dingin atau seplastik marimas rasa mangga yang dibeli di warung depan rumah. Kurang selo apalagi coba?


3. Minum Frutang Jelang Sholat Jum'at.

Kalau ingatan saya masih setajam silet milik Feni Rose, kejadian ini terjadi waktu saya masih berstatus pelajar SMP kelas 2. Jadi ceritanya di sekolah waktu itu sedang diadakan hajatan tahunan pesantren kilat yang bertujuan untuk menggelorakan nuansa Ramadhan yang Islami namun agak utopis dalam ukhuwah sekolah-wiyah. Hari itu sedang hari Jum'at, hari yang dianggap suci bagi umat muslim, dan sejak pagi harinya saya telah dicekoki dengan tiga sesi pendalaman agama berupa materi aqidah, mu'amalat dan juga tarikh.

Namun Gusti Allah memang selalu punya selera humor yang unik. Jelang Sholat Jum'at, di saat orang-orang lain bingung mencari padasan untuk wudhu, saya malah tiba-tiba merasakan haus yang bukan main menerjang di tenggorokan. Tenggorakan rasanya sudah pecah-pecah seperti ubin kontrakan, dan masih ditambah dengan kepala juga terasa berat sebelah. Mungkin karena malamnya, saya hanya sahur dengan sebungkus indomie goreng telor.

Kemudian muncul lah godaan dari syaiton melalui wujud seorang manusia. Kawan saya, Gambut, yang terkenal selo sejak dalam pikiran, tau-tau datang menghampiri saya dan mengajak saya untuk membatalkan puasa di warung depan sekolahan. Saya ternganga seketika karena dia mengatakan hal tersebut dengan muka yang polos dan mimik nir dosa.

Lalu apa yang terjadi kemudian?.... Dua buah kemasan frutang dingin yang sudah tiris isinya kelihatan menggelinding dari arah warung Encik Siok. Dua bocah SMP, yang ditengarai sebagai pembuangnya, berlari menyeberang jalan ke arah sekolahan sambil mengelap bibir untuk kemudian mengambil wudhu dan mengikuti jama'ah sholat Jum'at. Bener-bener selo.


4. Gedor-gedor Rental PS di Pagi Buta.

Di manakah saya dan teman-teman saya biasa menghabiskan waktu selama menunggu bedug Maghrib di bulan Ramadhan? apakah di Masjid? Musholla? atau Rumah Makan Padang? Jawabannya adalah Rental Playstation. Yap, kami memang bisa betah berjam-jam ngendon di rentalan pada bulan Ramadhan hanya demi menyaksikan progress dari game RPG yang sedang kami mainkan, ataupun memencet tombol joystick dengan membabi buta kala beradu jago dalam game Tekken dan Bishi Bashi Special. Dan momen selo yang ke-empat ini bermula dari sesuatu yang tak disengaja akibat sakau main game yang sudah mentok ke ubun-ubun.

Pada suatu ketika, saya lupa kapan waktu persisnya, pokoknya saya masih SD waktu itu, kami kehabisan destinasi untuk jalan-jalan ba'da subuh dan kebingungan hendak mbolang kemana di pagi-pagi buta itu. Entah bagaimana ceritanya, akhirnya kami sepakat untuk patungan main PS ke rentalan.

Tapi Pak, yang namanya baru habis subuh, mana ada rentalan yang buka jam segitu. Rentalan tempat kami biasa main, dengan halus menolak dan menyuruh kami mencari rentalan yang lain. Kepalang tanggung, kami pun menggedori satu demi satu rental PS yang kami jumpai di jalan, sambil berharap mas-mas penjaga rental mau membuka usahanya jauh lebih pagi dari biasanya.

Tapi harap tinggal lah harap, karena sudah lebih dari sepuluh rentalan yang kami gedori, hampir semua penjaganya menampilkan ekspresi yang sama dengan Angelina Sondakh di iklan "Katakan tidak pada korupsi! ", alih-alih tersenyum lebar karena dihampiri rezeki sejak pagi hari.

Ketika akhirnya ada rentalan yang mau menampung hasrat pengen main PS kami, kami baru sadar kalau kami sudah berjalan sekitar tiga kilometer dari rumah, dan rupa-rupanya jam sudah menunjuk di angka ke-7, yang artinya memang sudah wayah-nya rental-rental PS memulai usaha. Yaa salaam, selo dan kurang kerjaan ternyata hanya beda tipis.


5. Ngabuburit Dengan Nonton Bok*ep.

Wonogiri, kota kecil di mana mall tidak ada dan bioskop satu-satunya sudah gulung tikar ber-metamorfosis menjadi tempat bilyard, opsi yang dimiliki anak muda sekitar untuk ngabuburit pun boleh dibilang menjadi sangat terbatas. Akan tetapi keterbatasan itu rupa-rupanya mendorong kreativitas golongan muda untuk selalu menelurkan aksi-aksi padat karya dalam mengupayakan ngabuburit yang bersahaja.

Ambil contoh teman-teman saya : Samson, Paijo, Tengkleng dan Ndogloh (percayalah ini bukan nama samaran). Bermula dari keadaan rumah saya yang sedang suwung tak berpenghuni. Paijo kemudian mengusulkan supaya mengisi ngabuburit kali ini dengan nonton bokep saja. Kebetulan, dia baru mendapat stok kaset terbaru dari abangnya. "Jepang ono, barat ono. Sing ono ceritane yo ono," begitu katanya waktu itu.

Entah khilaf entah selo, saya pun sepakat dengan usul dari Paijo yang penuh unsur maksiat tersebut. Sebenarnya hal ini bisa terjadi setelah saya diiming-imingi akan dipinjami VCD player milik Paijo selama sebulan penuh. Jadilah Paijo segera ngacir ke rumahnya untuk mengambil seperangkat pemutar CD beserta ubo rampe-nya, termasuk berkeping-keping CD you-know-what-i-mean untuk menjalankan ritual ngabuburit sesat ala mereka.

Sore pun dilewati dengan tidak terasa bagi mereka karena mereka sibuk memelototi adegan-adegan "huh-hah" di dalam rumah. Sementara itu saya dan Pian, kawan saya yang lain, menghabiskan waktu ngabuburit di depan rumah sebagai penjaga, kalau-kalau tiba-tiba ada razia dari Pak RT ataupun warga sekitar. Selo kan tidak berarti harus melupakan ibadah tho, cuk?

****

Demikianlah pemaparan saya mengenai ke-selo-an yang pernah saya alami di bulan Ramadhan. Sebuah pemaparan yang setelah saya baca baik-baik, malah membikin saya bingung, apakah kejadian-kejadian di atas itu termasuk dalam kategori selo atau lebih menjurus ke arah bejat. Entahlah.

Toh, terlepas dari hal itu, apa yang saya tulis di atas cukuplah menjadi monumen yang valid bahwa bulan Ramadhan tidak selalu menghalangi saya, dan juga seluruh umat manusia lainnya, untuk bertindak selo. Sebab pada dasarnya, manusia memang adalah makhluk Tuhan yang dirancang untuk selo.

Jadi, nikmat selo mana lagi yang kamu dustakan?


Adios - Gale


~gambar diambil dari : http://kamusbalikpapan.blogspot.com/

2 komentar:

  1. Hajinguk. Dosa sungguh dosa :P
    ps: saya malah pernah disamperin polisi sehabis menyalakan petasan segede-kaleng-cat-buatan-sendiri di dekat sawah. mau ditangkep, untung petasannya udah abis :)

    BalasHapus
  2. bahahaha, kalo ketangkep baru selo banget iku namanya...

    BalasHapus