Sabtu, 26 Februari 2011

The Act Against KoruPSSI, #bergerak

Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, atau biasa disingkat PSSI, adalah organisasi induk yang bertugas mengatur kegiatan olahraga sepakbola di Indonesia. PSSI berdiri pada tanggal 19 April 1930 dengan nama awal Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia. Ketua umum pertamanya adalah Ir. Soeratin Sosrosoegondo. Sebuah organisasi yang pada awal berdirinya dimaksudkan sebagai wadah untuk memupuk nasionalisme di kalangan pemuda-pemuda Indonesia yang kala itu masih dalam jajahan Belanda. Sepakbola dipandang sebagai jalur yang ampuh guna memupuk nasionalisme, karena pada saat itu, sepakbola adalah olahraga yang bisa membuat 3 suku bangsa yang berbeda (Indonesia, Belanda dan Tionghoa) membaur dalam satu lapangan. Sebuah cikal bakal yang tentunya ikut berandil atas merdekanya bangsa ini. Tapi apa yang kemudian terjadi 80 tahun setelahnya adalah ironi. Di tangan seorang mantan narapidana bernama Nurdin Halid, publik enemy number one ranah sepakbola saat ini, PSSI dimodifikasinya jadi sebuah rezim yang penuh kemunafikan, kebusukan serta tipu muslihat. Entah apa kata (Alm) Bpk Soeratin di alam baka sana kalau ia menyaksikan PSSI, organisasi yang dibentuknya dengan tujuan mulia itu, kini tak ubahnya gerombolan mafia busuk yang menghalalkan segala cara demi tampuk kekuasaan dan harta.

Bayangkan saja, sudah 2 periode di bawah kepemimpinan Nurdin Halid, sepakbola kita nir-gelar dan semakin terpuruk prestasinya bahkan di wilayah Asia Tenggara sekalipun. Prestasi terbaik kita hanya "HAMPIR" juara Piala AFF sebanyak 2 kali, itupun nyatanya sudah membuat Nurdin pongah bukan kepalang. Desember lalu dengan bangganya dia mengklaim bahwa prestasi (kalau benar ini yang dinamakan Prestasi) Tim Garuda menembus Final Piala AFF 2010 lalu adalah berkat sumbangsih dirinya dan Partai Golkar yang selalu men-support timnas. Cih, enak saja! bisa-bisanya dia berkata demikian, saya dan puluhan ribu suporter lain yang berdiri di tribun Stadion Utama Gelora Bung Karno selama pertandingan-pertandingan timnas berlangsung, saya dan puluhan ribu orang yang kepanasan serta kehujanan mengantri tiket -yang pengelolaannya busuk bukan main- demi mendukung timnas, kemudian pemain-pemain yang memeras keringat di lapangan, dan tim pelatih yang memutar otak mencari strategi dan taktik permainan, kok bisa-bisanya dia menghaturkan segala rasa terima kasih kepada Golkar? tak punya otak. Selama 1 dekade alias 10 Tahun lamanya, kita hanya disuguhi tipu muslihat karena Liga domestik kita, yang bernama Indonesia Super League itu, masih saja carut marut tak keruan. Banyaknya tawuran antar pemain, kerusuhan suporter, maupun ketibakbecusan wasit adalah pemandangan lumrah sepakbola kita. Yang lebih parah, pengaturan skor dan suap menyuap tak ubahnya salah satu prosedur lazim dalam manual pengoperasian Liga yang kita puja-puja itu.

Satu hal yang membuat kita geram adalah, mantan penghuni hotel prodeo sebanyak dua kali itu tidak jua mau lengser dari singgasananya, meski sumpah serapah dan desakan untuk mundur menggema dari seluruh penjuru Indonesia. Nurdin bergeming, ia seolah menutup rapat-rapat mata, telinga, dan tentu saja HATI NURANI-nya seolah-olah tidak terjadi apa-apa di luar sana. Nurdin seolah lupa, kalau PSSI adalah milik seluruh rakyat Indonesia, bukan milik dia dan kroni-kroninya yang sudah terbukti kegagalannya. Dua kali dipidana karena kasus korupsi tapi masih saja berdiri di puncak tertinggi PSSI sebagai ketua umum dan ironisnya, duduk bersebelahan dengan orang nomor satu di republik ini Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono! Segala cara seolah dihalalkan pria kelahiran Watampone 52 tahun silam itu, termasuk memelintir statuta FIFA untuk melanggengkan kekuasaannya. Jelas-jelas statuta FIFA berbunyi "The members of the Executive Comittee...must not have been previously found guilty of criminal offence." yang artinya, anggota Komite Eksekutif dan calon Ketua maupun Wakil ketua umum PSSI tidak boleh pernah dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal. Tapi Statuta PSSI yang seharusnya mengadopsi pasal itu justru berbunyi "Harus tidak sedang dinyatakan bersalah atas suatu tindakan kriminal pada saat kongres" mereka berdalih bahwa Nurdin berhak mendapat hak rehabilitasi karena masa hukumannya telah usai. Inalillahi wa inna ilaihi raji'un, integritas dan hati nurani mereka telah mati hanya demi kekuasaan belaka.

Memuncaknya kekesalan demi kekesalan dan kekecewaan atas rezim yang carut marut ini akhirnya menggerakkan suporter-suporter dari pelbagai daerah untuk bersatu dan melakukan aksi nyata menuntut direvolusinya PSSI. Terhitung sejak hari selasa (22/2/2011) lalu, pelbagai kelompok suporter dari seluruh penjuru Indonesia, mulai dari suporter klub-klub LPI, ISL, dan bahkan klub amatir sekalipun, ramai-ramai menggelar aksi demonsrasi besar-besaran di Jakarta menuntut Revolusi PSSI dan pemakzulan Nurdin Halid dari posisi Ketua Umum. Secara bergantian massa dari masing-masing kelompok suporter melakukan orasi dan aksinya di depan kantor PSSI, sementara Nurdin sendiri kabarnya sedang berada di kampung halamannya, Watampone dengan dalih melakukan istikharoh. Puncaknya, massa ini kemudian menduduki dan menyegel kantor PSSI dengan gembok dan rantai besi, serta menutupi muka kantor PSSI dengan spanduk raksasa bertuliskan "Revolusi PSSI". Sebuah hal yang seharusnya membuat orang yang masih waras dan punya pikiran, akan rela mengundurkan diri. Soeharto yang banyak berjasa untuk negeri ini saja dengan legowo mundur ketika rakyat memintanya. Hingga tulisan ini dibuat, aksi ini telah memasuki hari keenam dan kabarnya mereka tidak akan berhenti sampai Nurdin turun dari singgasananya. Saya memang tidak ikut turun ke lokasi karena pada saat aksi ini berlangsung, saya sedang berjuang menghadapi Ujian di kampus saya, tapi percayalah bahwa saya dan ratusan ribu suporter lain yang juga tidak dapat ikut aksi yang diberi hashtag #bergerak ini, akan selalu menyuarakan hal yang sama yaitu Revolusi PSSI. Meminjam kalimat dalam lukisan karya pelukis Affandi yang tersohor itu, mari terus berteriak "Boeng, Ajo Boeng!!" perjalanan menuju revolusi masih terjal dan panjang, (sekali lagi) kita buktikan pada rezim yang bekuasa bahwa people power lebih kuat dari apapun. Menurut kabar terakhir, besok (2 Maret 2011) komite FIFA akan melakukan sidang komite etik untuk membahas nasib Indonesia. Kalupun nantinya kita dibekukan oleh FIFA akibat dinilai ada intervensi pemerintah (dalam hal ini Menegpora Andi Malarangeng) dalam PSSI, itu jauh lebih baik daripada kita dipimpin seorang mantan Napi!. "Ketua Umum dan pengurus PSSI boleh berganti, pemain dan pelatih selalu beregenerasi, tapi suporter adalah abadi, merekalah stakeholder utama dari suatu "agama" yang bernama sepakbola". Sekian






Adios-Gale (dari berbagai sumber)
Photos from: @zinePLAK dan Indonesian Football Diary

Tidak ada komentar:

Posting Komentar