********
Jadi sebenarnya perjalanan ke Jogja ini adalah sesuatu yang tidak diagendakan sama sekali sebelumnya. Awal mulanya hanyalah (kalau tidak salah ingat sih) obrolan antara saya, Roni, Reza, Bayu, dan Suhe, oh Usman juga ada hari itu, di teras kos saya yang berdebu dan ditemani beberapa gelas es teh dan kopi yang dipesan dari warkop terdekat. Hari itu sedang siang yang terik menggemaskan, menjelang adzan dhuhur. Kebetulan kita sengaja berkumpul siang itu karena memang hari itu adalah hari pendaftaran bagi mahasiswa tingkat akhir seperti kami, untuk mengikuti yudisium.
Awal mulanya sih rencana kita adalah pengembaraan (baca: menggembel) ke kota kembang, Bandung, dengan bermodalkan uang rapelan yang besarnya tidak sebesar payudara Malinda Dee, ditambah "jatah preman" dari 3 orang yang berulang tahun tapi belum melaksanakeun ritual traktiran. Bisa ditebak, salah satu dari tiga orang yang kurang beruntung itu adalah saya щ(ºДºщ) grraaahhh... *elus-elus dompet* *nangis di bawah air terjun*, jadilah uang rapelan saya yang sudah tidak seberapa itu jadi semakin tidak seberapa, karena ada seberapa yang harus didonasikan ke kas rombongan.
Oh iya, asal tahu saja, penetapan Bandung sebagai destinasi awal adalah karena otak-otak pervert teman-teman saya ini memang brilian. Tujuan utama mereka ke bandung ada 2, yang pertama adalah cuci mata liat cewek-cewek geulis Bandung, yang kedua adalah cuci mata liat cewek-cewek geulis Bandung! *apeu*
Tapi semua berubah ketika negara api menyerang.... *jeng jeng jeng* *kemudian hening*
"Mendingan kita ke Jogja aja deh" Reza nyeletuk.
"Wah iya bener tuh, Jogja aja daripada Bandung jauh-jauh kalo mau ke lokasi wisatanya. Ribet!" Saya menimpali.
"Yaudah Jogja aja kalo gitu" itu suara Roni menandakan setuju, yang lain kemudian ikut setuju.
"Sms yang lain, pada mau ikut nggak" itu saya lupa siapa yang ngomong, pokoknya ada suara demikian.
Roni, yang didaulat secara semena-mena sebagai menkominfo kami, memang memiliki kinerja yang lebih prima dibanding Tifatul Sembiring, langsung saja dia bergerak cepat mengirimkan jarkom kepada kawan-kawan yang lain. Beberapa sms balasan berdatangan tak lama setelahnya, mengabarkan kesetujuan dari sang pengirimnya. Hanya Agus saja yang memilih untuk berangkat terpisah, karena dia harus pulang ke tanah tumpah darahnya dulu untuk menaruh perabotan kosnya yang sudah habis masa kontraknya. Kebetulan kampung halaman Agus hanya berjarak satu ruas buku jari kelingking dari Jogja, kalau dilihat dari peta. Gambaran kegiatan selama di Jogja pun mulai disusun.
*********
Menjelang sore, sekitar pukul 2 siang menurut jam di handphone saya, Rahmat datang ke kos saya, anak-anak yang lain masih ada juga, minus Usman yang dapat tugas jaga di sekre, untuk mengurusi administrasi pendaftaran Yudisium, kebetulan Usman adalah salah satu
"Boleh deh boleh, kebetulan mau main juga ke tempat temen-temen yang kuliah di Jogja" Aby mengungkapan persetujuan dan alasannya untuk ikut.
Jadilah rombongan kami bertambah jumlah menjadi 10 orang (akan jadi sebelas kalau Agus yang berangkat terpisah ikut dihitung), sudah cukup banyak untuk dikira sebagai gerombolan boyband karbitan yang gagal rekaman sebenarnya, tapi tak apalah, yang penting rame.
Sepulang Aby dan Rahmat, kita tetapkan bahwa rombongan yang tidak keren ini akan berangkat pada hari Jum'at, sehari setelah Yudisium, naik kereta yang berangkat siang hari. Selanjutnya Suhe, bocah petualang asal Sidrap, diberi tugas untuk survey harga tiket dan jadwal keberangkatan kereta di Stasiun Senen (Suhe juga termasuk dari tiga orang yang kurang beruntung kena "jatah preman" ulang tahun, yang seorang lagi adalah Dicky). Dasar Suhe sepertinya sedang bersemangat, tau-tau malam harinya dia memberi kabar, tiket kereta sudah di tangannya. Kami akan berangkat naik KA Gaya Baru Malam Selatan.
"Tiketnya udah dapet nih, jadi kita berangkat hari Jum'at" tulisnya melalui akun facebook.
*********
Things getting more interesting then, siang hari setelah prosesi yudisium selesai, Saya, Suhe, David dan Bayu menuju Gedung I buat ngambil toga dan undangan wisuda. Di dalam Gedung I, kita ketemu sama pasangan emas Anggi dan Bangkit. Perlu dijelaskan sedikit kalau Anggi di sini adalah berjenis kelamin laki-laki di KTP-nya, meskipun namanya sedikit bernuansa kewanitaan. Dia juga adalah pemegang sabuk hitam dalam aliran beladiri Tae Kwon Do (ampun Nggi, ampun. Jangan ciat gua). Ngobrol ngalor-ngidul beberapa menit, Anggi akhirnya menawarkan diri untuk ikut serta berpartisipasi dalam jalan-jalan kali ini. Tentu saja dia mengajak Bangkit, pasangan kumpul kebo-nya, untuk ikut serta. Gayung bersambut, Bangkit yang merasa jiwa petualangnya bangkit, setuju ikut bergabung ke dalam rombongan.
"Tapi kita udah pesen tiket Nggi, kalo mau ikut berarti lu nanti kemungkinan beda gerbong, gimana?" Tanya saya ke Anggi.
"Ya nggak papa, nanti kan gue sama Bangkit. Yang penting kan di Jogjanya bareng-bareng" Anggi menyanggupi.
"Iya lah gapapa, udah biasa naik kereta ekonomi kok" itu kemudian Bangkit juga setuju.
Jadilah hari itu, jumlah rombongan menggemuk dengan bergabungnya pasangan emas Tsubasa-Misaki. Tiga belas pemuda-pemuda tidak keren akan mengunjungi Jogjakarta esok hari.
"Tunggu kami Jogja, kami akan datang, esok hari!!!"
*bersambung*
Adios - Gale
Tidak ada komentar:
Posting Komentar