Visit Jogja 2011 |
Kemudian berlalulah sepasang raka'at yang relatif datar. Sepasang raka'at yang sesungguhnya tak teramat khusyuk buat saya karena fokus saya lebih tercurah pada usaha saya menahan kantuk, yang bukan main luar biasanya sanggup membuat saya mangap-mangap waktu sholat. Cepat-cepat setelah salam ditunaikan, saya kembali rebahan untuk meneruskan lagi episode berjudul tidur yang sempat ter-pause tadi. Sementara kawan-kawan saya yang lain sepertinya juga sepaham dengan saya. Mereka kembali pada barisan tidurnya masing-masing untuk melanjutkan tidurnya.
Jam sudah bertengger pada angka tujuh saat saya terbangun untuk yang kedua kalinya (kalau tiga kali sebenernya akan dapat hadiah payung cantik, ah sayang sekali). Itu gara-gara suara Bayu Kartawidjaya, orang terlanjur kaya yang mengaku sebagai pemilik seluruh tanah di wilayah Cilandak, termasuk juga Citos dan KPP Pratama Cilandak (silahkan untuk tidak percaya). Sudah jam tujuh, begitu kata dia. Masih ngantuk dan malas, tapi mau tak mau kebersamaan saya bersama dunia mimpi harus diakhiri. Selain karena nggak enak sama mas-mas penjaga masjid hotel ini, kita juga harus siap-siap untuk berangkat ke tujuan berikutnya. Dan tujuan kita hari ini adalah............. Pantai Parangtritis!! Booyah.~
Parangtritis dipilih sebagai destinasi oleh sebab kemudahan akses transportasinya menuju sana, selain penghematan tentu saja #MentalAnakKost. Sebagai rombongan hemat biaya dengan volume manusia yang berjibun, kalau harus menuju ke pantai-pantai dengan venue yang "tersembunyi" pastinya bakal ribet dan memakan cost yang tidak sedikit. Maka dari itu, meskipun dari segi estetika selayang pandang dan sanitary kalah jauh dibanding pantai-pantai lain, semisal Pantai Baron dan Krukup, Parangtritis, secara bulat-bulat dan mufakat, dipilih oleh kami. Yang penting pantai, dan masih ada awalan "pan"-nya. Karena kalau tidak ada "pan"-nya hanya akan jadi.... ah sudahlah.
Saya sudah menuntaskan "kesibukan kamar mandi" ketika Reza, yang meskipun mengaku sebagai Nabi tapi tidak mengaku Rosul, mengajak saya ke Alun-alun Selatan untuk mencari sarapan. Sementara yang lain masih sibuk dengan kegiatannya masing-masing, bahkan, Bangkit Indra Sasmita (akrab disapa Bangkit) dan Muhammad Syaroni (lebih suka dipanggil Roni), yang alhamdulillah tetap setia bersama kita, masih mengigau dalam sela-sela tidurnya (hsss .__.'). Keduanya memang telah dinobatkan sebagai juara bersama lomba ~"Tertidur dengan muka ganteng 2011"~ yang mana pesertanya adalah hanya mereka berdua. Demikianlah wujudnya:
Saya sudah menuntaskan "kesibukan kamar mandi" ketika Reza, yang meskipun mengaku sebagai Nabi tapi tidak mengaku Rosul, mengajak saya ke Alun-alun Selatan untuk mencari sarapan. Sementara yang lain masih sibuk dengan kegiatannya masing-masing, bahkan, Bangkit Indra Sasmita (akrab disapa Bangkit) dan Muhammad Syaroni (lebih suka dipanggil Roni), yang alhamdulillah tetap setia bersama kita, masih mengigau dalam sela-sela tidurnya (hsss .__.'). Keduanya memang telah dinobatkan sebagai juara bersama lomba ~"Tertidur dengan muka ganteng 2011"~ yang mana pesertanya adalah hanya mereka berdua. Demikianlah wujudnya:
Bangkit Solmed, nominasi 1 - Tertidur dengan muka ganteng 2011 |
Roni Al-Bukhori, nominasi 2 - Tertidur dengan muka ganteng 2011 (perhatikan tangannya :p) |
Sepiring nasi uduk beserta lauk pauknya jadi sasaran pelampiasan kelaparan saya dan Reza (Yelah, jauh-jauh ke Jogja, sarapannya masih aje nasi uduk, (´▽`)> maklum nyari yang hemat #MentalAnakKost). Dan ya, harus diakui, sarapan dengan metode lesehan-sambil-memandangi-orang-orang-yang-lagi-berolahraga-pagi adalah sesuatu banget --mengutip jargon populer milik Syahrini. Menurut survey random Lembaga Survey Untuk Tahu (biasa disingkat LASUT), tingkat kenikmatan dalam melahap sarapan bakal naik sampai 231,76% dan tingkat kegantengan wajah juga akan meningkat sekitar 52,75% (halah, iki ki wuopo), apabila kau melakukan sarapan dengan lesehan seperti itu. Setelah saya praktekkan bersama Reza, poin yang pertama benar sahih terbukti, tetapi untuk poin yang kedua......... *some text missing*
Seselesainya nasi uduk disarap, saya dan Reza bertolak kembali ke
Suasana kemelaratan, hidup wong cilik!! |
~ #nowplaying: Wali - Aku bukan bang Thoyib ~
********************
permisi, Mbah, numpang foto dulu.... |
~Bangkit Solmed epicfail action (¬_¬")
dan ini aksinya Bayu Kartawidjaya, epicfail juga! (¬_¬")~
Bermodal kegagalan dua orang ini, yang padahal adalah imannya paling kuat dari seluruh anggota rombongan, maka dapat disimpulkan kalau yang lain juga pasti gagal kalau mencoba hal yang sama. Maka dari itu daripada lama-lama di sini, kami melanjutkan perjalanan ke tujuan awal yaitu Pantai Parangtritis. Sementara itu, Agus Reza Pahlevi, pria mirip vokalis Yovie and Nuno, apabila dilihat dari Monumen Jogja Kembali pakai sedotan, yang didalemnya dimasukin tusuk gigi, memutuskan untuk cabut dari rombongan karena mau (lagi-lagi) ketemu sama -ehemm- pacarnya. Dia akan menyusul langsung ke Parangtritis, nanti sore, setelah misinya selesai. Sungguh benar kalau persahabatan hanya sebatas lambaian tangan pacar. Ah Sudahlah.
Untuk sampai ke Parangtritis, menurut simbah yang kami tanyai di alun-alun, kami harus naik mini-bus yang mengambil trayek ke arah Bantul (mBantul mana suaranyaaaaahh??) dari perempatan terdekat. Simbah juga memberi wejangan kepada kita bahwasanya,
"Nanti langsung bayar aja lima ribu, bilang saja sudah biasa. Soalnya kalo ndak, nanti malah dikenaken ongkos 10 ribu."
Nah, memang supir bus ada yang baik, seperti Mas Basir misalnya, ada juga yang "kurang" baik, seperti supir bus yang kita tumpangin ke Parangtritis ini. Berawal dari kecerobohan Roni yang malah main tawar-menawar harga sama supir bus ini, padahal sama simbah tadi kan sudah dibilangin langsung naik aja, kayak udah biasa main ke Parangtritis. Ternyata Pak supirnya ini malah langsung masang tarif (yelah nggak enak bener bahasanya masang tarif, lu pikir kita-kita ini cowok apaan hah?) 10 ribu per orang, dengan memberi janji-janji ala wakil rakyat bahwa nanti kami nggak perlu bayar tiket masuk lagi. Yah, mau tak mau kita naik juga, cuma selisih goceng ini, woles lah. Kalau selisihnya 50 ribu barulah kita nggak woles. Kita bakal mendklarasikan perang saat itu juga. Perang apapun, Perang dingin, Perang Diponegoro, Perang batin, maupun Perang-sang hormon badak. Yang penting perang!! *apeu* *keselek bambu runcing*
Salah satu poster Munir yang saya temui di Jogja, ya benar sekali, jangan pernah lupa!! |
Matahari sudah sangat perkasa mengawang-awang di tengah langit selatan Jogjakarta saat kami menjangkau pintu masuk Pantai Parangtritis dengan selamat sentausa. Tenang saja, begitu sampai di sana, tidak ada satupun dari kami yang melakukan check-in di foursquare ataupun nge-tweet "Touchdown Parangtritis! anyone??" seperti layaknya anak-anak gaul kekinian. Tidak, kami tidak seperti itu. Yang kami lakukan pertama kali begitu sampai di sana adalah makan. Ya, urusan perut memang kesunyian milik masing-masing, yang akan jadi nyaring kalau tidak segera dinafkahi. Lagipula, masih terlalu dini dan panas untuk melaut, sehingga kami putuskan untuk menunggu sampai sore tiba, sambil bercengkrama saja.
Pantai Parangtritis |
siang hari di parangtritis |
********************
"Ooo anak pantai, suka damai...
ooo anak pantai, hidup santai...
Mulai petang dengan mata redup,
aku rebah di atas pasir
memandang gadis-gadis kulitnya merah terbakar" - Imanez
Jama'ah??.... | HOOOOOOYYYYY.... |
Cherrybelle kelebihan hormon testosteron |
Akan tetapi, kotornya pantai ini tidaklah sekotor jiwa-jiwa penuh noda milik kami. Sesuai nasehat dari iklan Rinso, bahwa "Berani kotor itu baik, dan berhati kotor itu lebih baik", kami menginvasi pantai, dengan penuh euforia, bagai pocong mandi goyang pinggul yang disiram kuah soto. Jadilah sore itu, laut pantai selatan yang sakral, dikotori oleh telapak-telapak kami :
Pantai aja, kayak di santai... |
A: Saya Mansyur.. | B: Saya Es... | AB: Kami dari.... MANSYUR ES!! |
entah kenapa tiap foto se-frame sama David, selalu tampak maho begini (¬_¬") |
~ Watch this video!! ~
Kalo God Bless punya lagu "Menjilat Matahari", Usman lebih memilih "Men-cipok Matahari" |
salah satu foto yang (kebetulan aja) bagus, padahal nggak pake instagram |
Makhluk bumi, bantu aku mengalahkan Majin Bhu, kumpulkan bola semangat kalian ke udara! |
Santai aja, kayak di pantai! |
Malam harinya, menuruti request dari Rahmat Rusfandi, arek Malang yang pandai menjaga diri, untuk makan malam seafood di pinggir pantai, bergegaslah kami ke salah satu rumah makan yang menjual seafood di sekitar pantai. Saya memesan seporsi cumi goreng tepung, yang ternyata porsinya jauh lebih sedikit dibanding cumi goreng yang ada di D'Cost. Tak masalah, toh saya bisa "bertukar" lauk ke teman-teman saya yang lain, dan vice versa #MentalAnakKost #GaMauRugi. Makan bareng yang cukup rusuh akhirnya berakhir dengan langkah-langkah gontai kembali ke penginapan.
Menghabiskan malam, kami sibuk memulai aktifitas masing-masing. Ada yang nonton TV, main poker, ngobrol-ngobrol, telponan sama pacarnya, dan ada juga yang langsung tidur. Saya sendiri memilih ikut kejurnas poker bersama Usman, Suhe dan Reza. Meskipun tidak bertahan lama juga sih, karena sudah ngantuk (baca: kalah melulu :p saya memang anak baik-baik, tidak bakat main kartu). Bayu akhirnya menggantikan posisi saya di meja hijau, sedangkan saya beranjak ke haribaan kasur empuk untuk mengakhiri malam di selatan Jogjakarta.
*maunya sih bersambung, tapi kita lihat saja nanti :p*
Adios - Gale
hell yeah..!! keep woles and smile =D
BalasHapushahaha yoih, jayalah selalu genk kobra rayaaaa... :D
BalasHapus