Jumat, 28 Oktober 2011

Jogja Trip, Day 2 : Ayo Kita Kemana-mana!

Terlalu lama waktu berlalu sejak postingan tentang hari pertama trip di Jogja berhasil saya selesaikan dengan penuh kecacatan di sana sini, baik dari segi kecacatan mental penulisnya  maupun kecacatan isi tulisannya #halah. Padahal, tidak seharusnya saya memberi jeda yang terlalu lama dan bersegera segera memposting kelanjutan dari tulisan tersebut. Tapi apa boleh bikin, keadaan sedang tidak kondusif belakangan ini.

Kata orang, waktu tak akan pernah menunggu kita. Ia akan selalu begerak konstan ke depan tanpa peduli apa dan bagaimana tentang diri kita. Dan hal itu benar sekali. Sebab ketika saya memintanya untuk menunda sejenak supaya memberi kesempatan pada alter-ego saya yang bernama kemalasan untuk ber-hierarki pada tampuk kekuasaan atas tubuh saya, tahu-tahu saya sudah tertinggal jauh di belakang jejak-jejak langkah gagahnya. Sadar kalau saya akan semakin ditinggal olehnya, maka saya ................. tarik kembali selimut untuk kemudian berleha-leha dan menyerah pada penjajahan kemalasan #hammer #batabig. Kalaupun akhirnya tulisan ini berhasil selesai (atau mungkin dipaksakan supaya selesai) ketahuilah bahwa ini semua berkat kalian wahai para penggemar setia saya. Karena tanpa kalian... saya bukanlah apa-apa. *dikeplak* *dilempar ke tengah jalan* *dilindes kopaja*.....

********
"Hotel" (yang tidak beruntung) menjadi tempat persinggahan -__-'
Thus, pagi itu saya terbangun sekitar pukul 06.21 pagi, dimana anak-anak yang lain masih banyak yang tertidur pulas seperti bayi-bayi iklan susu balita yang tidak lolos sensor. Kriyep-kriyep mata saya berusaha keras memetakan keadaan sekeliling sambil mengumpulkan nyawa-nyawa saya yang masih beterbangan. Sementara dari sudut sebelah barat berkumandang suara orang ngorok, yang ternyata adalah berasal dari Roni, semakin lengkap diiringi dengan suara alarmnya yang selalu berhasil membuat saya bangun, tapi buat Roni mungkin terdengar seperti suara ninabobo yang syahdu, karena nyatanya dia nggak pernah kebangun sampai alarmnya itu mati sendiri (¬_¬").

Bersegera mandi adalah hal yang harus dilakukan, karena memang kamar mandi yang tersedia di hotel bintang satu (baca: Masjid) ini hanya ada satu. Berdasar atas banyaknya permintaan yang tidak berbanding lurus dengan jumlah penawaran yang sangat sedikit, maka tidak akan tercipta kurva equilibrium pada kasus ini. Dengan demikian akan terjadi yang dinamakan kelangkaan barang, yang dalam hal ini adalah kamar mandi. Maka dari itu prinsip "Siapa cepat dia dapat" akan sangat dikedepankan pada perebutan kamar mandi ini. (Hadeh, itu barusan kesambet setan apa ya?.... (' `_´)>)

Sampai di depan kamar mandi, ternyata sudah banyak orang-orang yang mengantri giliran mandi щ(ºДºщ) arrgggghhh... setelah registrasi serta ngambil nomor antrian (baiklah, ini mulai agak lebay) mengantrilah saya sambil ngobrol-ngobrol di serambi masjid hotel ini. Tiga babak ngobrol, plus injury time lima menit dan diakhiri dengan drama adu penalti #halah, akhirnya tibalah giliran saya untuk melaksanakeun ibadah mandi tidak junub alias mandi biasa aja.

Baru dua guyuran gayung bersimbah di badan, tiba-tiba pintu kamar mandi digedor-gedor dari luar. Dari sini drama dimulai.... *jreng jreng jreng*

"Woi, cepet!!" suara dari luar yang saya kira suaranya Roni, karena menurut antrian, giliran setelah saya adalah dia.

"Anjrit. Kampret bener nih Roni, baru juga masuk udah digedor aja." pikir saya dalem hati.

"Iyaaa, baru juga masuk wey!" semprot saya, meskipun enggak nyemprot beneran.

Saya lalu ngelanjutin ritual sakral ini, meskipun masih aja digedor-gedor dari luar sana. BODO AMAT!! *gak santai*... Orang kebelet menggonggong, ritual mandi harus tetap berlalu. Ini masalah prinsip bro. Harga diri sebagai laki-laki amat sangat dipertaruhkan di sini *apeu*.

Lalu...
Pas selesai mandi dan keluar dari kamar mandi. Dengan bibir yang sudah mengumpulkan sejuta tenaga dalam terpusat padanya untuk menumpahkan segala sumpah serapah buat Roni atas segenap ketidaksabarannya nunggu antrian.
Ternyata...
Yang berdiri di depan pintu kamar mandi BUKAN RONI!! щ(ºДºщ) graahhh... juga bukan teman saya yang lain, melainkan seorang tuna wisma yang mau numpang buang hajat di situ ┌(_o_)┐. Terjadilah sebuah #antiklimaks yang mengakibatkan segala kalimat santet dan teluh yang udah saya siapkan spesial buat Roni hilang begitu saja ditelan tenggorokan. Krik bet krik.


Ketika kesucian masjid ternodai oleh kaum-kaum proletar. #AmpuniTemanBaimYaAllah
Acara mandi-mandi sudah selesai, semua sudah keren dan wangi serta sedikit charming (silahkan muntah bila dirasa perlu). Pagi itu diputuskanlah Bayu, Roni dan Suhe sebagai kontingen pencari tiket pulang Jakarta dengan pergi ke Stasiun Lempuyangan. Sementara itu yang lain langsung berangkat ke Terminal Jombor untuk mencari info bus yang mengambil trayek ke Borobudur. Iya benar, tujuan kami hari itu adalah Borobudur. Meskipun agak "it's so last year" ya, tapi demi solidaritas kepada Suhe, yang katanya belum pernah ke Borobudur, jadilah Borobudur ditetapkan sebagai destinasi kami hari itu. Maka berpisah dualah rombongan dengan mengambil jalan masing-masing.

Siap-siap check out dari masjid hotel
Saya, ikut dalam rombongan yang ke Terminal Jombor. Rombongan ini mampir sebentar di sebuah rumah makan di sekitaran Jalan AM. Sangaji (AM. Sangaji, mana suaranyaaa??), masih deket sama masjid hotel yang kita tempatin tadi malam. Makanan di Jogja emang murah-murah ya, dengan modal nggak sampe 10 ribu, pagi itu saya sudah bisa sarapan fu-yung-hai ditemani segelas es kelapa muda, yang kalo di Jakarta bisa sampe 20 ribuan harganya. Memang salah satu tantangan dalam backpackeran adalah menemukan tempat makan yang enak sambil tidak lupa daratan sama isi dompet kita #MentalAnakKost. Nah kalo di Jogja ini, insya Allah sangat gampang nyari tempat makan yang semacem itu (YEAY!! ƪ(˘(••)˘)ʃ ). Pokoknya surga kuliner lah.

Kaum proletar menguasai jalanan Jogja!
Makan pagi yang imut nan menggemaskan
Kenyang pasca sarapan, kita buru-buru nyegat angkot yang menuju ke Terminal Jombor di pinggir jalanan seperti kaum proletar pada umumnya. Akhirnya berhentilah sebuah minibus yang dengan relanya mengoper semua penumpang-penumpangnya hanya demi mengantarkan rombongan ini ke terminal *brb terharu*. Di perjalanan, pak sopir bus ini ngajak ngobrol-ngobrol dan beramah tamah seperti kebanyakan sopir dari Jawa pada umumnya. Saya, sebagai salah satu anggota rombongan yang bisa berbahasa Jawa Krama (meskipun rada blepotan, maklum udah kelamaan tinggal di Manchester :p), dimajukan sebagai negosiator buat tanya-tanya soal bus yang jalurnya ke Borobudur dan segala tetek-bengeknya. Tapi tenyata, Pak sopir yang ramah dan baik hati ini malah menawarkan diri untuk nganter rombongan ke Borobudur-PP plus kita ditungguin juga disananya. Semacem carter gitulah pokoknya. Dia juga menyanggupi kalau harus menunggu dulu kedatangan kontingen pencari tiket pulang yang sedang mencari tiket di Lempuyangan. Sepakat! Maka menunggulah saya dan teman-teman sambil kongkow-kongkow ganteng di Terminal Jombor.

Touchdown.... TERMINAL!!!... anyone?? (¬_¬") #GagalGaul
Lumayan lama kita tebar pesona di terminal Jombor ini, sebelum akhirnya rombongan para pencari tiket menampakkan batang hidungnya dengan membawa kabar gembira bahwa tiket pulang sudah ditangan, plus dapet tempat duduk yang berhadap-hadapan 6 vs 6. Tidak berlama-lama lagi, berangkatlah kita ke Borobudur naik bus yang sebenernya bukan trayeknya ke Borobudur ini. Tapi peduli setan lah, yang penting nyampe Borobudur, dengan budget paling minimalis, yihaa #MentalAnakKost.

Suasana tampak dalam bus
Tampak luar bus (merasa ada yang janggal? ... tenang, kesalahan bukan pada mata anda)
Karena bus ini bukan trayeknya ke Borobudur, maka dari itu pak sopir (yang setelah kita kenalan mengaku bernama Mas Basir) mengambil jalan yang "nggak biasa". Yah, semacam rute gerilya gitu lah, lewat jalan-jalan pedesaan gitu. Karena kalo lewat jalan utama, besar kemungkinan kita bakalan ketemu sama bapak-bapak baju ijo pake topi yang siap memberi salam "Selamat siang pak." yang apabila kita mau membalasnya harus siapin duit sekitar 20 ribu gitu lah. Yap benar sekali, Pak Isilop!! itu lho yang-suka-nyegat-nyegatin-orang-dan-nilang-nilang-semena-mena (¬_¬"). Sekitar 30 menit ditempuh, dan sampailah kita di Borobudur.

Tampang Rambo, naluri teuteup Pinkan Mambo, demen banget foto-foto -__-'
Matahari di langit Jogja lagi lucu-lucunya saat bus yang keren ini memasuki pelataran Candi Borobudur. Ternyata Borobudur hari itu cukup ramai juga, padahal bukan musim liburan dan juga bukan hari Minggu, karena hari itu adalah hari Sabtu. Gak banyak yang bisa diceritain dari jalan-jalan Borobudur ini karena ya memang tujuan kita kesini itu..... hmmm apa ya? ... *mikir*.......... hmmm..... *masih mikir* ........ *ketiduran*.

Ah sudahlah, liat saja snapshot-snapshot unyu :3 di bawah ini...

Biar kayak anak gahoelz, kita rame-rame teriak "TOUCHDOWN BOROBUDUR!!"
Mereka ini dulunya adalah arca Borobudur
Coba liat gaya si Aby, beeuuhh SM*SH mah lewattt!
Suhe, untuk pertama kalinya, berhasil mengunjungi Borobudur. (Coba liat senyumnya ^.^)
Masih dipugar di sana sini, banyak yang rusak semenjak erupsi merapi :(
Salah satu foto yang (kebetulan aja) keren
Apa yang keliatan di sini nggak seperti yang ada di pikiran kalian, beneran sumpah!!
Borobudur, sebagai salah satu dari 7 keajaiban dunia / 7 Wonders (Alhamdulillah dari Indonesia), boleh dibilang keadaanya saat itu sudah cukup bagus lah, apalagi kalo inget pas Gunung Merapi meletus kemarin kan candi ini sampai ketutup sama abu vulkaniknya. Saking parahnya, banyak arca dan relief yang (semakin) rusak dan bahkan Borobudur ini sempet ditutup untuk umum sampai sekitar sebulanan lebih. Pas kemarin, keadannya sudah cukup bersih dan kondusif, meski masih ada pemugaran di beberapa sisi. Makanya, kemarin saya agak aneh ketika membaca berita yang menyebutkan kalau status 7 Wonders milik Borobudur ini akan dicabut oleh UNESCO dengan alasan kebersihannya yang sangat buruk. Lha wong Borobudur itu bersih banget-banget gitu kok bisa-bisanya mau dicopot statusnya karena alasan kebersihan, iki ki uopo, ra masuk akal babar blas.

Tri Mas Kentir
Aura seseorang bisa dilihat dari fotonya, silahkan nilai sendiri aura Usman dari foto ini
Ternyata stupa Borobudur masih sama kek dulu, gede! Lebih gede dari payudara Malinda Dee!
Niatnya biar kelihatan keren, tapi malah kayak gerombolan yang terdampar di pulau terpencil lagi nunggu bantuan Tim SAR. #antiklimaks
Kalo boleh jujur, sebenernya sampe sekarang saya masih belum paham bener tentang isi dan cerita dari relief di dinding-dinding candi Borobudur ini (aakkk... malu sama header blog -__-'). Meskipun ya, sudah berkali-kali saya mengunjungi candi ini, tapi emang saya gak pernah nyewa tour guide buat nerangin isi relief-relief itu, mau baca-baca juga males #hammer~. Biasanya kalo ke Borobudur ya cuma begitu, foto-foto, naik sampe atas, liat stupa yang paling gede, rogoh-rogoh patung (yang katanya kalo bisa megang "anu"-nya keinginan kita bisa dikabulin), udah terus turun, pulang, gitu aja. Makanya suatu saat saya pengen kesini lagi, terus nyewa tour guide yang bisa nerangin seluk-beluk Borobudur ini. Biar gak malu-maluin, ngaku-ngaku warga negara Indonesia tapi gak paham sejarah dan seni dari Borobudur ini HAHAHAHA \(´▽`)7 *ketawa miris*. Oh iya, kemarin #barutau juga kalo sekarang ke Borobudur, pas mau masuk harus pake semacem kain batik gitu, kayak yang dipake di pinggang itu *nunjuk ke foto*. Katanya sih semenjak batik dikukuhkan sebagai world's heritage dari Indonesia. Tenang aja, kain batiknya disediain sama petugas sana kok, jadi gak perlu repot-repot beli dulu di Malioboro atau Pasar Beringharjo, apalagi balik dulu ke Tanah Abang. Kain batiknya bakal dipinjemin dengan cuma-cuma alias GRATIS (yeah!! hidup gratisan!!), tapi nanti pas mau pulang harus dibalikin lagi, inget ya JANGAN DIBAWA PULANG. Sangat amat tidak disarankan untuk mempraktekkan #MentalAnakKost pada situasi ini, tahan diri sob ~ \(‾▿‾\) (/‾▿‾)/~.

****

Ashar sudah berkumandang ketika akhirnya kita memutuskan untuk cabut dari Borobudur dengan keadaan bingung belum punya tujuan untuk destinasi berikutnya. Emang bener kata Usman, otak kita-kita ini emang cetek-cetek, susah banget buat mikir jarak panjang (¬_¬"). Kemudian tercetuslah sebuah ide mengunjungi Plaza Ambarukmo atau yang beken-mereka-sebut Amplaz buat menghabiskan sore ini sampai maghrib nanti. Sepakat! Mas Basir (jangan lupakan jasa besar orang ini) akhirnya juga menyanggupi untuk mengantar samapai ke Amplaz.

Namun..... *jeng jeng jett*

Di tengah perjalanan menuju Amplaz, tiba-tiba.... *biar deg-degan*

Terdapat seonggok PAK ISILOP sedang melambai-lambai sambil meniup peluit dari pinggir jalan. Aihmatih, kena deh, щ(ºДºщ). Pak Isilop, Y U NO EASY??!!!

"Mas, tolong mas kasih aja 20ribu pakai uang mas dulu, bilang aja sudah biasa" itu instruksi dari Mas Basir dengan logat jawanya yang medog sambil menepikan bus ke sebelah kiri.

Roni, yang padahal adalah bergelar Menkominfo, ternyata juga mau menjalankan tugas demikian. Dia lalu turun dan ngasih duit ke pak isilop itu. Cukup beruntung Roni nggak ditahan sama pak isilop dengan tuduhan tambahan yaitu pembajakan bus, atau mungkin pencurian tutup pentil kopaja, atau bisa juga tuduhan nyolong ikan asin. Karena seperti sudah kita ketahui bersama kalau wajah Roni ini memang kriminal-genic. Tapi ya sekali lagi, kali ini dia beruntung bisa naik lagi ke bus.

"Memang suka seperti itu mas, polisi disini. Orang mau cari duit kok ya sampek seperti itu" keluh Mas Basir, yang kayaknya udah sering kena tilang semacam ini. #PrayForMasBasir #SemangatMasBasir #MasBasirPastiBisa #KoinUntukMasBasir #IkiKiUopo

Kernet-nya Mas Basir, rada mirip Suhe ya??
Tak banyak yang terjadi di sisa perjalanan ke Amplaz, semua tertidur di dalam bus, hanya saya dan Aby yang masih bangun dan ngobrol-ngobrol sama Mas Basir. Beliau cerita gimana ngerinya suasana Jogja pas Gempa Besar tahun 2006 lalu. Desa tempat tinggalnya hancur lebur, rumahnya rata dengan tanah, sawah-sawah terbelah, banyak tetangganya yang meninggal, Jogja lumpuh parah. Pokoknya mengerikan lah. Beliau juga cerita mengenai meletusnya Gunung Merapi kemarin dan juga klenik-klenik yang berhubungan dengannya. Ya memang, percaya gak percaya, tapi hal seperti itu memang ada. Lumayan lama juga kita ngobrol sampe tenggorokan kering dan bibir pecah-pecah serta mengalami disfungsi seksual (lho?? apa pula ini), sebelum akhirnya tibalah kita di Amplaz.

Sudah hampir maghrib ketika Amplaz berhasil kita jangkau dengan gagah dan elegan. Sebagai backpacker yang teladan, hal pertama yang harus dilakukan tentunya adalah menandai wilayah yang baru dijamah yaitu dengan mem-pipisi-nya (ini backpacker apa kucing hutan -__-'). Maka menujulah kita ke toilet yang lokasinya di lantai paling atas, yang kebetulan dekat dengan musholla, jadi bisa sekalian sholat ashar (Alhamdulillah yah, akhirnya ada sisi relijius di tulisan saya). Setelah pipis-pipisan yang bersahaja dan sholat ashar yang khidmat, petualangan di Amplaz ini berlanjut dengan........... udah gitu aja, kita  keluar dari Amplaz #hammer #antiklimaks.

Prinsipnya kan cuma satu, kalau kata Roni:

"Yang penting ntar kalo ada orang nanya 'udah pernah ke Amplaz belom?', kita bisa ngomong kalo udah pernah kesini. Yang penting bisa sombong." super sekali bukan quote dari bang Roni ini? #sesat

Di Amplaz ini juga akhirnya kita ketemu sama "si anak hilang" yaitu Agus, kini dia tlah kembali pulang. Akan kubawa dia terbang, lalala~
*nowplaying: Kangen Band - Kembali pulang*
Agus emang nggak berangkat bareng kita ke Jogja, karena dia berangkat terpisah naik bus AKAP (Antar Kampung, Antar Persawahan). Kebetulan kampung halaman Agus yaitu Boyolali (Boyolali mana suaranyaaaaa??) letak geografisnya menurut peta di atlas yang saya beli waktu SD dulu, lumayan deket sama Jogja. Cuma butuh sekitaran 2 jam lah kalo koprol sambil naik motor.

Agus akhirnya ikut kita makan malem bareng di restoran mewah warung pinggir jalan seberang Amplaz. Menunya apa??..... *jreng jreng* Sate Kuda!! (akhirnya ngerasain juga yang namanya Sate Kuda, meskipun cuma nyicip punyanya Usman, soalnya saya pesennya Ayam Bakar sih :p). Perjumpaan dengan Agus ini juga tidak berlangsung lama, karena sehabis dia ikut makan malam, Agus langsung cabut dari rombongan oleh sebab dia mau ke kosan (ehemm) pacarnya. (¬_¬") *iya, saya sirik* #nasibJombloNgenes~ 
Di sini, Aby juga keluar dari rombongan kita karena dia mau ketemu sama temen-temennya yang kuliah di Jogja. Tujuan awal Aby ikut rombongan kita ini memang sekalian mau silaturahmi sama temen-temennya yang kuliah di Jogja. Jadilah dia janjian sama temennya supaya dijemput di Amplaz dan kita melanjutkan perjalanan. Aby akan bergabung lagi dalam rombongan esok hari, begitu kata dia.

Meskipun kehilangan dua anggota, perjalanan mencari kitab suci harus tetep dilanjutkan. Dan tujuan berikutnya adalah: Malioboro. Yap benar, Malioboro, satu-satunya nama jalan yang hanya ada di Jogjakarta. Tidak ada di daerah lain di Indonesia ini yang memakai nama Malioboro sebagai nama jalannya. Thus, Untuk menuju Malioboro dari Amplaz, kita bisa naik bus TransJogja (semacam busway-nya Jogja) atau bisa juga dengan jalan kaki sekitar 10 kilo. Tapi, yakali kita mau jalan kaki jauh buangett gitu. Mendingan juga naik TransJogja, tinggal bayar Rp 2.500 dan kita tinggal duduk-duduk santai sambil liat-liat pemandangan muter-muter Jogja. TransJogja ini menurut saya salah satu terobosan yang bagus buat pariwisata Jogja, dan harus dicontoh sama daerah-daerah lain yang mau memajukan pariwisatanya. Sebab pariwisata sebagus taman surga sekalipun, kalo nggak ada transportasi yang mudah dan nyaman buat menuju ke sana, ya bakalan susah berkembangnya. Kalaupun berkembang ya nggak akan gede-gede amat, paling cuma segede payudara Malinda Dee *teuteup*. Satu hal yang mungkin kurang dari TransJogja adalah shelter-nya yang sangat sempit. Paling cuma muat sekitaran 6 orang. Yah mungkin karena emang jarang juga sih yang makai sarana ini, kalaupun ada ya nggak sebanyak rombongan boyband masygul ini, hahaha.

foto ini ngambil di google, kita nggak foto di malioboro soalnya HAHAHA
Yak, setelah muter-muter Jogja dan transit sekali di shelter entah-apa-saya-lupa, sampailah kita di shelter Malioboro 1. Malioboro malem itu ruame tenan dab, mau jalan aja susahnya gak keruan. Mungkin karena lagi  malem minggu sabtu malem banyak muda-mudi berjalan-jalan di sana. Malioboro tanpa belanja keknya nggak afdol banget ya sob, bagaikan Indosiar tanpa sinetron naga gitu deh. Oleh karena itulah rombongan kita pun memulai wisata belanja, yang sebenernya nggak belanja belanja amat sik (¬_¬"). Belanja di Malioboro sebenernya  tergolong murah, harganya berkisar antara IDR 30k-80k. Saya sih waktu itu cuma beli baju oleh-oleh buat adik saya. Sebenernya ada kaos-kaos couple dengan tema Jogja yang bagus-bagus gitu ya, mau beli sih, tapi....... *nggak tega ngelanjutin* *minum baygon*

Di Malioboro ini David sempet ilang (yelah di Malioboro aja ilang vid, Malioboro keras vid!! -__-'). Di sms balesnya ngasal, ditelpon suaranya krasak krusuk. David ini emang terkenal dengan loadingnya yang lama (semacem patrick di spongebob gitulah), tapi masa iya di malioboro aja bisa ilang (¬_¬") ~hsss. Kita pun panik dan cemas, karena David ini merupakan aset berharga buat masa depan Komodo (baca: sebagai pakan yang berserat tinggi). Roni sama Bayu akhirnya berinisiatip nyusulin David buat nyariin dia, takut kalau-kalau David ini diculik orang buat dikasih makan ke Komodo. Kan daripada orang lain yang ngasih David ke Komodo, mendingan kita sendiri yang ngelemparin dia.
Tapi ternyata..... *dung tak duk duk jess*
Lima menit setelah Roni & Bayu pergi, David tau-tau nongol di depan kita sambil cengengesan-kek-gapunya-dosa-gitu #batabig #antiklimaks #kemudianDavidDibakar, dan dunia berhasil selamat dari bahaya Voldemort. The end. Tamat. (apa pula ini nyambung ke Harry Potter?? -__-')
"Kami dari: ....... WALI!!" ki-ka: Apoy, yang nge-drum Wali, Fa'ang, yang  kibord Wali.
Merasa masih terlalu dini untuk kembali ke peraduan, kita akhirnya melanjutkan perjalanan ke Alun-alun Utara Jogjakarta dengan jalan kaki sehat. Di Alun-alun utara keliatan rame banget karena usut punya usut di sana lagi ada acara semacem Tabligh Akbar atau Istighotsah gitu. Kebetulan sekali karena kita ini  adalah remaja-remaja masjid, acara beginian sangatlah cocok buat kita, sehingga kita pun akhirnya memilih untuk ......... cabut!! HUAHAHAHA. Roni lalu ngasih tau kalo Agus mau kesini juga dan dia minta ditunggu sebentar.

Agus datang dan tujuan kita berikutnya adalah Alun-alun Selatan. Jaraknya lumayan jauh juga sih, kalo naik becak kesana ongkosnya Rp 10.000 tapi sebagai kaum proletar yang budiman, kita memilih (lagi-lagi) jalan kaki. Baiklah, keknya abis dari Jogja saya perlu mencari tukang rebonding kaki buat ngelurusin kaki yang mulai keriting ini. Kalo dilihat dari peta sebenernya Alun-alun selatan itu lumayan jauh, tapi pas dijabanin prakteknya gataunya lumayan ngerontokin kaki juga, soalnya harus ambil jalan muter karena jalan yang deket ditutup dan nggak boleh buat lewat. Woalah apes!. Belum lagi barang bawaan di tas yang keknya makin malam makin berat. Pasti ini ada hubungannya sama konspirasi! gatau apa tapi pasti ada! pasti ada!! *apeu* -__-'

Sampai di Alun-alun Selatan, saking capeknya,  kaki sama kepala udah misah, telapak tangan sama dengkul juga pada jauh-jauhan (yaiyalah gelaa -__-'). Di sini juga ruamee tenan dab, meskipun nggak serame yang di Alun-alun Utara. Kita disini cuma nongkrong-nongkrong elegan sambil liat-liatin orang-orang hilir mudik kesana kemari.

Usman diajak foto sama Pak Isilop, dikiranya Joshua kali ya..
kalo ini Rahmat justru dikira Umar Patek, makanya dia ditangkep. Roni mana Roni?? hahaha
Sudah tengah malam ketika akhirnya Saya, Usman, Bayu dan Rahmat mencari Masjid hotel terdekat untuk dijadikan tempat persinggahan malam ini. Sementara yang lain entah berpencar kemana, mungkin lagi makan dan ngopi di angkringan. Kebetulan di deket alun-alun ini ada masjid hotel yang terbuka untuk umum bagi kaum proletar seperti kita. Setelah disambut sama mas-mas penjaganya, kita disuruh registrasi (serius ini beneran) plus tandatangan. Fyuuhh.... akhirnya kaki yang mau kelipet-lipet tiga belas dan pundak yang hampir bongkok ini bisa diistirahatkeun juga. Saya lalu nyari colokan buat ngasih makan henpon saya yang sudah sejak Malioboro tadi tewas tak bernyawa, lalu membanting badan ke haribaan tikar masjid spring bed. Bagaimana nasib anak-anak yang lain? entahlah. Tau-tau saya sudah ketiduran begitu saja.

*bersambung lagi*

Adios - Gale

4 komentar:

  1. yaaaaampun ga kabar2 kalo di jogjaaaa... :((((

    BalasHapus
  2. iya maaf lukii, itu juga mendadak banget banget sih jalan2nya. kita nggak ada rencana haha

    BalasHapus
  3. hahaha, d kisah lu kok gw gak cool bgt gal -.-?!. ini pasti ad konspirasi utk menjatuhkan gw dr ketua umum genk kobra !!! -.-

    BalasHapus
  4. lah elu kan yang paling cela-able di geng cobra, hahaha

    BalasHapus