Orang-orang bijak sering berkata, "Ekspektasi orang lain, sesungguhnya adalah takaran paling ekuivalen atas potensi yang kita miliki dalam diri kita", sebuah pendapat yang dahulu kala amat sangat tidak saya yakini kebenarannya, meskipun pada kenyataannya memang ada benarnya juga. Sebab, sebagai pemilik diri saya sendiri secara pribadi, tentunya saya adalah orang paling tahu mengenai batas-batas kemampuan saya sendiri. Tahu apa orang-orang itu sehingga mereka berani melimpahkan sebuah ekspektasi yang, menurut pribadi saya, di luar kapabilitas saya, sehingga kemudian mereka dapat menuntut saya dengan pelbagai cerca ketika saya gagal memenuhinya.
Dahulu kala, saya sering beradu argumen dengan Ayah saya ketika prestasi saya di bangku SMP tengah jeblok tidak keruan. Ya, dibanding masa-masa digdaya saya di bangku Sekolah Dasar, dimana saya selalu keluar sebagai juara kelas, prestasi saya di masa seragam putih-biru memang bobrok luar biasa. Boro-boro meraih jawara kelas, saya lebih sering tersisih dari persaingan memperebutkan posisi 10 besar yang membuat kolom "mendapatkan peringkat ke: ....." pada rapor saya lebih sering melompong tak bertinta.