Selasa, 05 Juni 2012

Plesiran ke Pangandaran di Akhir Pekan - Bagian 1


Mungkin sudah jadi kodrat lahiriyah buat diri saya untuk selalu "terjerumus" ke dalam perjalanan yang sifatnya "tak pernah direncanakan" ketika ber-travelling. Beberapa pengalaman travelling saya yang sebelum-sebelumnya, kebanyakan adalah perjalanan yang boleh dibilang dadakan serta nyaris tanpa direncanakan. Hanya ada satu, atau barangkali dua saja yang memang sudah direncanakan dengan baik-baik sejak jauh-jauh hari. Trip kali ini pun tak jauh berbeda, benar-benar tiba-tiba serta spontan begitu saja.

Bermula dari ngopi-ngopi di warung kopi sebelah kantor, tiba-tiba saja saya ditawari oleh Bu Indah supaya ikut trip-nya @Tukang_Jalan ke Pangandaran di akhir pekan kemarin. Begitu tiba-tiba juga ketika saya, yang entah kesambet setan apa, mengiyakan saja tawaran tersebut. Lalu --menukil celoteh khas komentator sepakbola dalam negeri-- "jegeeerrrrrrr" semua terjadi begitu saja. Hari itu juga, saya memastikan diri untuk ikut serta dalam rombongan. Ya, hidup memang, seperti kata Forrest Gump, adalah sebuah kotak cokelat. You never know what you're gonna get.


***********

Jum'at malam, selepas pulang dari kantor, saya bersama tiga orang teman segera meluncur ke Plaza Semanggi yang disepakati sebagai lokasi rendezvous sebelum bertolak ke Pangandaran. Rupa-rupanya banyak sekali jumlah peserta yang akan ikut di rombongan perjalanan kali ini. Ada sekitar 45 orang. Jelas saja hal ini langsung membikin pelataran Balai Sarbini jadi agak mirip barak penampungan pengungsi. Di sana sangat jamak kelihatan orang-orang dengan muka penasaran, menggendong ransel dan koper segede gaban, sedang menunggu klakson keberangkatan dibunyikan.

Sekitar pukul 10 malam, rombongan yang dibagi menjadi dua ini --satu rombongan di bus ukuran tanggung dan satunya lagi di mini bus-- akhirnya berangkat. Awalnya saya ikut di rombongan bus tanggung, tapi karena satu dan lain hal, Pak Ketua rombongan menginstruksikan supaya saya pindah ke rombongan mini bus. Kemungkinan besar sih alasan utamanya karena tampang saya yang keren ini, dia jadi takut tersaingi. Iya, saya yakin betul. Pasti alasannya karena itu. #okesip

Setelah cukup bonyok pantat ini menempuh perjalanan selama kira-kira 8 jam, dengan kondisi jalanan yang kebanyakan mirip permukaan bulan, akhirnya sekitar jam 6 pagi sampailah rombongan di lokasi penginapan, di desa Cijulang. Dengan kondisi mata yang masih kriyep-kriyep, badan masih bau apek, dan belum sempet sikat gigi, kita digelandang buat sarapan sebentar, untuk kemudian langsung tancap gas ke lokasi body rafting, ke Green Canyon.

~Iten #1 : Green Canyon's Body Rafting
Green Canyon's Body Rafting
Kebetulan lokasi body rafting ini lumayan jauh dari peradaban manusia, dan untuk sampai kesana, kita harus naik mobil bak terbuka melewati jalanan berbatu yang naik turun, geronjal-geronjal, plus curam. Itu pun masih dilanjutkan dengan jalan kaki sekitar 30 menit menyelusuri jalan setapak di tebing-tebing bukit. Setelah bertemu dengan sebuah gua besar yang diberi nama Guha Bau (konon, baunya yang menyengat disebabkan karena tahi kelelawar yang bersarang di dalamnya), rombongan akhirnya berhenti karena memang di situlah starting point dari body rafting kita kali ini.

Titik start rafting: pelataran Guha Bau
Di sinilah baru terasa bagaimana akibatnya jika seorang traveller amatiran melakukan travelling yang spontan tapi tidak uhuyy. Awalnya saya kira body rafting itu semacam arung jeram gitu, yang naik perahu karet menelusuri arus sungai yang deras dan terjal. Tapi rupa-rupanya yang demikian itu namanya cuma "rafting" saja. Sedangkan kalau ada awalan "body" di depannya, maka yang akan jadi perahu adalah body kita sendiri, alias ngambang di sungai cuma dengan bantuan pelampung. Satu yang terlintas di pikiran saya waktu itu adalah: "ANJRITTTT!! GUA KAN KAGAK BISA RENANG...  PEGIMANE INI!!!" щ(ºДºщ). Memang sih ada pelampung, tapi kan yaa....?>#$@&9$*U. *kemudian nulis surat wasiat*

Saya menyebutnya: "Just relax, release the tokai!"
Dengan pasrah dan sedikit terpaksa, saya pun menghanyutkan diri ke arus sungai mengikuti teman-teman lain yang sudah lebih dulu hanyut. Begitu nyebur ternyata badan langsung hanyut gitu, tapi ya namanya orang nggak bisa renang pikiran-pikiran kamseupay mulai bermunculan di kepala. Ini kalo tenggelam bagaimana? Ini kalo nabrak batu cadas terus kepala bocor bagaimana? Ini kalo ada buaya bagaimana? Ini kalo ada putri duyung dari planet mars bagaimana? Ini kalo.... oke baiklah saya memang terlalu insecure. Semuanya aman sentausa kok. Karena begitu kita nyemplung ke sungainya, ada mamang-mamang life guards akan langsung menyertai kita dan siap menolong kalau tiba-tiba ada musibah yang tidak diinginkan. Kalaupun kita nggak bisa renang, merekalah yang akan menyeret kita supaya bisa sampai ke checkpoint-checkpoint yang ada.

ada jalan kakinya juga, nggak cuma ngambang
Iyes, jadi di body rafting ini ada buanyaaakk buangettt checkpoint yang mesti kita lewatin. Wajar aja, karena kita diharuskan menempuh jarak sepanjang kurang lebih empat kilometer sebelum sampai ke garis finish, yang kira-kira selesai dalam waktu empat jam. Oh, cuma empa....... APE LO KATE!!! EMPAT KILO?? EMPAT JAM?? JAUH BENERRR, LAMA BENERRR... щ(ºДºщ) *tenggelam gaya batu*

Makanya saran saya sih sebelum ikut body rafting beginian mending disiapkan dulu fisik yang segar bugar biar nggak kecapekan di tengah perjalanan. Oh iya, jangan kaget kalau sehabis mentas dari body rafting ini kulit bakalan jadi lecet-lecet, sendi-sendi tulang jadi sakit dan memar-memar sedikit gara-gara nabrak batu-batuan sungai. Jangan manja gitu, anggap saja itu souvenir dari alam lah. *sambil oles-oles balsem ke punggung*

setelah senyum-senyum bahagia ini, yang terasa adalah pegel linu
Yah meskipun begitu, body rafting ini seru banget kok. Kapan lagi coba bisa hanyut-hanyutan-minum-air-sungai-nabrak-batu-manjat-cadas-lompat-dari-tebing-liat-pemandangan-pinggiran-sungai-yang-keren sekaligus dalam satu hari? kalo diibaratkan, body rafting ini ibarat full packed action comedy thriller adventure documentary  movie dalam satu paket, terutama buat orang yang kurang jago (baca: nggak bisa) renang, seperti saya gitu lah. Seruuu banget kan?


~Iten #2 : Pantai Batu Karas

Pantai Batu Karas
Sore hari, selepas makan siang yang terlambat dan istirahat yang cuma sekedipan mata, saya dan rombongan bergegas menuju lokasi berikutnya. Kali ini tujuannya adalah ke Pantai Batu Karas. Ditempuh dengan naik bus carteran yang sama, yang kita tumpangi sejak dari Jakarta, hanya dalam tempo kurang dari 20 menit, saya dan rombongan sudah menjejak lembutnya pasir hitam Batu Karas.

Keren yah pantainya? | Iyah... *rainbow puke*
Pantai Batu Karas ini ombaknya termasuk dalam kategori kelas bantam. Tidak seram rewo-rewo, tapi juga tak cemen-cemen amat. Semacam malu-malu kucing kalau lagi mau kenalan ke gebetan gitu lah (ini apa sik). Oleh sebab itu, Pantai Batu Karas ini kemudian didaulat menjadi salah satu spot paling yahud buat latihan surfing bagi para peselancar-peselancar yang baru memegang sabuk putih. Tapi berhubung badan masih remuk redam akibat efek body rafting tadi pagi, saya, dan juga kelihatannya hampir seluruh anggota rombongan, lebih memilih untuk bersantai-santai saja sore itu sambil menikmati suasana pantai yang sejuk dan tenteram.


Model dalam foto ini sedang tidak kebelet boker. Demikianlah
Selalu menyenangkan berada di pantai pada sore hari. Angin sedang bertiup sepoi-sepoi dan sengatan panas matahari juga sedang mengulat dengan lemah lembut. Hal yang sangat mendukung untuk membuat saya memilih duduk-duduk di garis pantai sambil mengagumi pertemuan antara langit dan laut --sesuatu yang seharusnya mustahil terjadi-- di ujung horizon penglihatan saya.

Ya, pantai memang selalu istimewa. Hanya di sanalah kita bisa menemukan matahari, awan, air, batu dan pasir dalam satu lansekap pandangan. Dan untuk hal yang satu inilah, kita, sebagai orang Indonesia, seharusnya bersyukur betul, karena Tuhan menganugerahi negara kita ini dengan ratusan (atau mungkin ribuan) pantai-pantai menakjuban yang tak pernah mengecewakan kala dikunjungi. Semua pantai di Indonesia itu keren. Keren sebenar-benarnya keren. Keren sejak dalam pikiran.

Hampir senja di Batu Karas
Matahari sudah mulai purna dan adzan maghrib juga mulai terdengar. Rombongan kemudian bergegas meninggalkan pantai. Malam itu saya dan rombongan makan malam bersama di salah satu rumah makan tepi pantai. Sebuah cara yang khusyuk untuk mengakhiri kebersamaan dengan sebuah pantai. Wahai Pantai Batu Karas, kapan-kapan boleh kan saya kunjung-kunjung ke sini lagi?  :-)


*bersambung ke bagian 2*

Adios - Gale

Tidak ada komentar:

Posting Komentar