Minggu, 28 Oktober 2012

#KamisKeBioskop : Perahu Kertas - Bagian 2


Saat menyaksikan Perahu Kertas bagian pertama beberapa waktu silam, saya menemukan keasyikan yang tak didapat kala menyaksikan film-film drama buatan Indonesia yang lain. Sinematografinya bagus, scoring-nya memukau, jalan ceritanya menarik, akting pemerannya tidak buruk-buruk amat, humor-humor yang diselipkan di dalamnya juga segar. Karena itu, ketika kisah lanjutannya mentas di bioskop mulai awal bulan ini, saya cukup antusias untuk menyaksikannya.

Yah, meskipun banyak yang mencibir film ini, meskipun banyak yang bilang kalau sekuelnya ini mengecewakan, meskipun banyak yang merekomendasikan untuk tidak menonton film ini; demi Maudy Ayunda dan dua gigi kelincinya yang menggemaskan itu, saya meneguhkan tekad untuk pergi ke bioskop. Thus, jadilah pada hari kamis itu (18/11/2012), dua minggu yang lalu, saya pergi berlayar untuk yang kedua kalinya bersama Perahu Kertas.

Poster film Perahu Kertas 2, beda sedikit dengan prekuelnya
Garis Besar
"Hai Neptunus, aku ketemu dia lagi. Dan aku tak tahu ini akan berakhir seperti apa?..." Sama seperti prekuelnya, film ini kembali dibuka dengan monolog dari Kugy (Maudy Ayunda) yang sedang menaiki perahu cadik di tengah lautan, diselingi sedikit flashback dari bagian pertamanya. Bedanya, Perahu Kertas 2 memberi sedikit gimmick dengan munculnya Afika sebagai cameo yang bermain-main di bibir pantai dengan melarung perahu kertas. Bukan sesuatu yang istimewa dan lagipula juga tak berhubungan dengan jalan cerita, maka bolehlah kita sebut kalau kehadiran Afika tersebut cuma sia-sia belaka.

Dari segi jalan cerita, Perahu Kertas 2 langsung memulai pelayarannya dengan melanjutkan bagian yang terhenti di prekuelnya. Adalah pertemuan kembali Kugy dengan Keenan (Adipati Dolken) di acara pernikahan Eko dan Noni (Fauzan Smith - Sylvia Fully) yang membangkitkan lagi perasaan di antara keduanya. Padahal, mereka berdua sudah memiliki pasangan masing-masing, dimana Kugy sudah menjalin cinta dengan Remi (Reza Rahadian), dan Keenan sedang menjalani hubungan jarak jauh dengan Luhde (Elyzia Mulachela). 

Seiring berjalannya waktu, terjadilah pergolakan emosi dan pasang surut romansa di antara keempat tokoh tadi. Pertemuan yang tak disengaja antara Kugy dengan Luhde, serta pejumpaan kembali Keenan dengan Remi semakin membuat romansa mereka terasa pelik. Hingga pada akhirnya, masing-masing dari mereka menyadari, kalau apa yang mereka pilih belum tentu yang paling baik buat mereka. Sebab hati, seperti kata Pak Wayan (Tio Pakusadewo), itu bukan memilih melainkan dipilih. Maka Perahu Kertas 2 pun akhirnya melabuhkan hatinya di pelabuhan yang telah dipilih oleh takdir.

The Pretending Ninjas Reunion
Berlayar dengan (agak) Kacau
Dengan tinggal menyisakan sekitar seperempat novelnya saja, Perahu Kertas 2 seharusnya punya lebih banyak keleuasaan untuk mengeksplor adegan-adegan penting di filmnya. Setidaknya mempertahankan gaya penceritaannya yang tertata dengan cukup baik di bagian pertama. Ironisnya, meskipun memiliki banyak celah dan durasi untuk membikin adegan-adegan yang manis dan touche, Perahu Kertas 2 justru mengalami dekadensi kualitas kalau dibandingkan dengan prekuelnya. Terutama dalam segi alur dan tempo.

Jika di bagian pertama kita bisa menjumpai jalan cerita yang cukup tertata rapi, meski dengan tempo yang juga cepat dan melompat-lompat, di bagian keduanya ini alur cerita justru terkesan kacau, terutama ketika memasuki tengah-tengah durasi. Beberapa adegan terkesan diulur-ulur dan membikin waktu terasa berjalan melambat. Sementara adegan lain yang seharusnya diekspos cukup lama malah dipercepat lajunya sehingga meninggalkan ceruk-ceruk imajinasi di kepala penontonnya. Ambil contoh saat kedatangan Luhde menjenguk Keenan di Jakarta yang cuma ditampilkan dalam sekelebat adegan saat Keenan menjemput Luhde di bandara lalu hanya dalam dua pergantian scene saja, Luhde sudah diantar Keenan pulang ke Bali, tanpa ada adegan yang cukup intim anatara keduanya dalam satu frame di Jakarta. Benar-benar skip.

Alur cerita yang kurang tertata dengan baik ini makin diperparah dengan buruknya proses editing yang terkesan begitu rough. Pergantian dari satu scene ke scene yang lain tidak berjalan mulus. Hal ini membikin Perahu Kertas 2, terutama di tengah-tengah filmnya, seperti berisi tempelan adegan-adegan yang dikumpulkan secara serabutan saja. Mengecewakan.

"Itu berarti kamu udah nemu, Gy. Tapi aku.. aku belum."
Touche yang Cliche
Berbeda dengan Perahu Kertas yang menonjolkan kisah romantisme remaja, Perahu Kertas 2 membawa nuansa percintaan yang lebih dewasa. Bagaimana cinta bukan melulu soal bahagia dan tertawa, tapi juga tentang memaklumi dan memaafkan. Sayangnya, beberapa scene yang seharusnya bisa dieksekusi dengan memukau justru ditampilkan secara klise dan membosankan. Emosi dan chemistry di antara para pelakonnya juga tak begitu terasa. Datar dan tak bernyawa, terutama untuk Adipati Dolken yang masih saja sering luput memunculkan aura ke-Keenan-annya di scene-scene krusial.

Perahu Kertas 2 boleh dibilang  adalah film tentang bagaimana menyikapi pilihan dan juga mengikhlaskan pilihan yang tak diambil. Segala konflik-konflik yang diletupkan di dalamnya pada akhirnya akan berujung kepada pilihan yang harus diambil oleh tokohnya. Bukan cuma pilihan mengenai cinta, melainkan juga pilihan dalam hal passion dan jalan hidup. Bagaimana Keenan akhirnya kembali ke dunia lukis yang begitu dicintainya, dan Kugy yang akhirnya memilih keluar dari pekerjaannya di kantor Remi demi meneruskan impiannya menjadi penulis dongeng adalah contoh aplikasi lain dari wejangan Pak Wayan bahwa hati itu dipilih, bukan memilih.

Ada satu adegan yang paling saya ingat dari film ini dan membuat saya sedikit merenung di tengah-tengah membosankannya film, yaitu ketika Adri (August Melasz), ayah Keenan, akhirnya mengijinkan Keenan meneruskan petualangannya di dunia melukis, "Coba kamu bayangin kalau ikan jadi amfibi. Saat di air dia bahagia, tapi saat di daratan dia menderita. Manusia juga begitu, nggak bisa hidup di dua dunia. Dunia lukis itu air kamu, sudah cukup kamu berkorban selama ini. Sekarang giliran Papa." Ya, dialog-dialog yang touche seperti di atas memang jamak ditemui di Perahu Kertas 2, hanya saja, seperti sudah saya singgung di atas, penataan alur ceritanya yang terlalu cliche malah membikin touche-nya kurang tersampaikan, bahkan malah cenderung membikin film jadi membosankan.

Lukisan Perahu Kertas
Kesimpulan
Meskipun saya adalah pengagum Maudy Ayunda, tetap saja hal itu tidak dapat menolong Perahu Kertas 2 untuk jadi film yang bagus di mata saya. Yang bagus harus dinilai bagus, dan yang jelek tetap harus dilabeli jelek. Dan Perahu Kertas 2 sepertinya lebih cocok dengan kategori yang terakhir.

Dari mulai alur dan tempo yang berantakan, mediokernya akting dari beberapa lakonnya - terutama Adipati Dolken, seta penataan adegan yang membosankan dan klise, mau tak mau harus membikin nilai Perahu Kertas 2 menjadi jelek bukan main. Membandingkannya dengan prekuelnya saja sudah merupakan hal yang kurang ajar, apalagi kalau sampai mengkomparasinya dengan versi bukunya, sungguh bagai bumi dengan langit. Kalaupun ada yang sedikit menolong Perahu Kertas 2, selain Maudy Ayunda tentunya, itu adalah berkat sinematografi dan scoring musiknya yang masih memikat, kumpulan kalimat-kalimat touche-nya, serta akting dari Reza Rahadian yang benar-benar brilian. Overall, saya cuma sanggup memberi nilai 5,5 saja buat Perahu Kertas 2. Masuk dalam kategori film yang medioker, tidak cukup jelek, meski juga tidak bisa dibilang bagus.

Dan dengan berakhirnya perjalanan kisah Kugy dan Keenan sebagai agen Neptunus, berakhir juga lah perjalanan tulisan ini sebagai salah satu penyimak perjalanan mereka. Lalu jikalau Kugy sampai harus bersusah payah melarung perahu kertas terakhirnya untuk berpamitan dengan Neptunus, saya rasa saya cukup berpamitan dengan Neptunus dan menutup tulisan dengan sepenggal kalimat : "Wahai Neptunus, sekian dan terima jodoh!"
 

Adios - Gale

~gambar diambil dari : 

5 komentar:

  1. ketika semua tidak sesuai ekspektasi, bahaha *padahal gak nonton *padahal lupa juga sama ceritanya

    BalasHapus
  2. asli butut yg ini. kalo kata chairil anwar, "Mampus kau dikoyak-koyak ekspektasi!!"

    BalasHapus
  3. tapi lukisan jendral pilik nya keren. selera gw bgt :p #salahfokus

    BalasHapus
  4. tep paling keren mah maudy ayunda lha. TSAKEPPPP!! #inijugasalahfokus

    BalasHapus
  5. lebi terkesan dengan peran Remi, Keenan kurang dapet..

    BalasHapus