Selasa, 05 Februari 2013

Mendoan

- tentang kenangan manis, yang sukar direplikasi

Waktu itu hari sedang sore, saya tak ingat persisnya kapan,  saat saya tiba-tiba melempar sebuah pertanyaan ringkas kepada seorang senior saya di kantor.

"Mas Udin, beli mendoan yang enak deket-deket sini di mana ya? kok aku kepengen..."

Akhmad Arif Najamudin, begitu nama lengkap senior saya itu, kemudian menjelaskan panjang lebar mana-mana saja lokasi penjaja tempe mendoan yang bisa saya hampiri untuk menuntaskan keinginan saya melahap salah satu penganan favorit saya itu, lengkap dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Pada waktu itu saya memang tengah mengidam-idamkan mendoan, dengan kadar yang boleh dibilang hampir memasuki stadium akhir. Mari salahkan keisengan saya melakukan perjalanan ke Purwokerto pada Oktober tahun silam, sebagai penyebab munculnya rasa ngidam tersebut. Sebab bagaimana tidak, ketika di Purwokerto, saya yang memang menggemari mendoan, seolah menemukan surga kecil yang tak akan bisa disangkal kenikmatannya. Mendoan yang saya temui di sana memang benar-benar lezat. Dari mulai yang dijajakan di warung-warung kopi, angkringan pinggir jalan, sampai dengan yang bertengger di atas meja rumah makan, atau restoran. Semua mendoan yang sempat saya cicipi di sana berasa lezat, dan tak pernah mengecewakan.

Memang, saya tak sempat mencicipi semua tempat yang menjajakan tempe mendoan di sana. Selain karena tidak memungkinkan dari segi waktu — saya hanya punya waktu dua hari di sana — uang yang bersisa di dompet saya waktu itu juga tidak bakal memungkinkan untuk dianggarkan sebagai "Biaya Mendoan" semuanya. Saya perlu ongkos untuk pulang dan juga memenuhi biaya lain-lain guna mempertahankan hidup. Tapi dari beberapa tempat yang saya singgahi, dari mulai warung kopi di sudut gang jalan, angkringan di depan kampus Unsoed, warung tenda di depan GOR Satria, sampai dengan rumah makan yang menyediakan sroto sokaraja, semuanya menghidangkan mendoan yang enak dan memiliki cita rasa yang seirama. Enak!

Atas dasar itulah, saya lalu membikin hipotesis sendiri bahwa di Purwokerto, tak ada mendoan yang tak enak. Apalagi untuk penggemar mendoan seperti saya. Purwokerto, bagi orang-orang yang menggemari mendoan seperti saya, adalah sebuah surga kecil yang begitu memanjakan. Barangkali, di Purwokerto sana, saking hampir musykilnya menemukan mendoan yang tidak enak, orang-orang tidak lagi bertanya "Beli mendoan yang enak di mana ya, mas?" kala meminta pertimbangan soal membeli mendoan. Saking mudahnya menemukan mendoan yang bercita rasa lezat di sana, barangkali orang-orang tidak lagi menandai lokasi-lokasi penjaja mendoan yang menurutnya enak, tetapi justru menandai lokasi-lokasi yang mendoannya tidak enak. Itupun kalau ada.

Berbekal memori manis dari Purwokerto itu lah, saya kemudian berniat untuk mereplikasi kenangan tentang kelezatan mendoan, dengan membeli beberapa buah tempe mendoan, sepulangnya saya dari kantor. Dari beberapa opsi yang direkomendasikan oleh Mas Udin, pilihan saya kemudian jatuh pada penjaja mendoan yang berlokasi di daerah Rancho, sekitaran wilayah Condet. Selain karena menurutnya paling enak, dan juga satu arah dengan perjalanan pulang saya ke rumah, lokasi itu juga direkomendasikan oleh Bu Yayuk, senior kantor saya yang lain, yang saya tahu punya selera lidah sebelas dua belas dengan lidah saya.

Maka berangkatlah saya ke lokasi tersebut, sepulangnya dari kantor. Saya beli dari si penjual barang sepuluh-lima belas potong mendoan, sekalian untuk dibagi bersama adik-adik dan ayah ibu saya di rumah. Sesampainya di rumah, saya yang tak sabar mereplikasi memori manis akan mendoan segera mencomot sepotong untuk mencicipi kelezatannya. Tapi apa yang kemudian saya rasa? saya tidak merasakan kelezatan yang sebanding dengan yang saya rasakan kala mencicipi tempe mendoan di Purwokerto.

Ada yang tidak pas disana. Entah kekenyalan tepung yang kurang pas, rasa asin yang barangkali terlalu berlebih, atau malah fundamen tempe yang digunakan sebagai bahan dasar lah yang menyebabkan terciptanya perbedaan rasa tersebut. Saya tidak tahu.

Merasa tidak puas, saya lalu memutuskan untuk menjajal lokasi tempe mendoan yang lain, beberapa hari setelahnya. Dari mulai penjaja gorengan pinggir jalan, sampai dengan yang disajikan oleh penjual Bakmi Jawa, saya mencoba menjajalnya semua. Saya bahkan sampai rela menempuh perjalanan memutar ke sekitaran wilayah Taman Mini dulu sebelum pulang, untuk bisa merasakan lagi kenangan manis kala mereguk lembaran-lembaran kenyal nan lezat sebagaimana  yang saya rasakan kala mencicipi tempe mendoan di Purwokerto silam. Tapi kali ini juga nihil. Kembali ada sesuatu yang kurang dari tempe mendoan di lokasi ini. Entah apa. 

Saya tak pernah tahu, dan saya tak pernah paham.

Barangkali ini hampir mirip dengan kisah seseorang yang sulit melupakan mantan kekasihnya yang telah lewat, bahkan meski dia telah berkali-kali mencoba mencari penggantinya. Saking manis dan kuatnya kenangan-kenangan terdahulu, yang pernah direguk bersama si kekasih yang telah lewat itu, orang ini sampai-sampai tak mampu melupakannya barang satu zarah sekalipun. Saban kali ia berusaha keras untuk melupakan atau mencari pengganti, untuk mereplikasi kenangan-kenangan manisnya yang dulu, ia mendapati kenyataan bahwa apa yang didapatinya sekarang adalah sesuatu yang sama sekali tidak sama. Sesuatu yang memang tak akan pernah sama. Selama-selamanya.

Barangkali memang benar apa yang dikatakan seorang Pablo Neruda, bahwasanya "Love is so short, forgetting is so long."

Melupakan, adalah hal yang tak pernah mudah bagi siapapun, apalagi bagi mereka yang telah jatuh cinta.

Dan saya pun tak pernah bisa melupakan mendoan.


Adios - Gale

10 komentar:

  1. gw cuman sekali dua kali beli mendoan, sblm ke jakarta, dan gw akuin, itu enak!!! combo sama pecel dahsyat !

    BalasHapus
  2. hehe proses pengiasan yang menarik, mendoan dan mantan kekasih

    BalasHapus
  3. saya asli purwokerto mas, and i love mendhoan. emang ngga ada yang bisa ngalahin mendhoan nya purwokerto. hehe..
    btw soal mantan pacar, emm kayaknya lebih susah nglupain rasa nya mendhoan drpd nglupain manta pacar. ehh :p

    BalasHapus
  4. Serius ngebaca mendoan. Bikin ngeces juga.
    Eh, tetiba nyambungnya ke mantan juga. -_____-

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha, saya aja yg nulis juga bingung, kenapa bisa berakhir ke mantan pacar deh :|

      Hapus
  5. baca tulisan ini saya menelan ludah 2 kali..
    Sekali karena kebayang rasa enak mendoan,,
    Sekali lagi karena kebayang kenangan sama mantan..
    *ihik*

    BalasHapus
  6. tega lu lih.. kan kasian yang baca tulisan lu yg ini sambil nangis ngabisin mendoannya...

    :DD

    BalasHapus
  7. wah curcol lagi nih.. hihihi..
    kirain mo nulis resep bikin tempe mendoan..:P

    Klo aku sih ga pernah ngluapin mantan. Justru bagiku itu bagian dr kisah hidupku. Bersyukur pernah mengalami saat indah bersamanya, dan belajar dari rasa sakit yg pernah kualami dgnnya. Dan tentunya ikhlas krn kisah kami hanya sampai disitu saja. Prinsipku: berakhirnya sebuah hubungan adalah awal dari sebuah hubungan yg baru. Saatnya buka mata dan buka hati, banyak yg indah di sekitar kita :D

    Seperti mendoan.. kalau rasanya ada yg 'kurang', pasti dibalik itu ada 'lebih'nya... misalnya lebih mahal.. haha


    BalasHapus
  8. Kisah cinta platonis seorang Galih dan mendoan. Begitu gurih. :"

    BalasHapus